ManGala Sutta (Berkah Utama)

Tuesday, July 27, 2010

16 RAMALAN SANG BUDDHA

dari jataka, no.77 Mahasupina -Jataka :

Baca dan renungkan betapa Sempurnanya Buddha Guru Agung kita, dari 16 ramalan Sang Buddha, menurut anda sudah berapa yang terbukti di kehidupan kita ini..

16 RAMALAN SANG BUDDHA

Pada zaman Sang Buddha, Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang mimpi-mimpi yang aneh, dan ingin mengetahui apakah itu meramalkan kejadian yang baik atau buruk. Oleh karena itu Beliau meminta Sang Buddha untuk meramalkan ke-16 mimpinya.


Mimpi No.1
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang empat ekor sapi yang kuat, berlari dengan garang dari empat jurusan ke arah satu dengan yang lainnya bagaikan mereka akan saling bertarung dalam kemarahan.. Ketika keempat sapi itu bertemu, mereka bukannya bertarung, melainkan melangkah mundur dan berjalan meninggalkan satu sama lain.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.1
Jauh dimasa yang akan datang, akan ada bencana alam. Hujan akan turun bukan pada musimnya. Akan ada mendung tebal bergerak dari 4 jurusan bagaikan akan turun hujan lebat di bumi. Ketika keempat gumpalan mendung ini saling mendekat, mereka kemudian bergerak pergi tanpa hujan di bumi. Benih-benih padi di sawah dan tumbuh-tumbuhan semuanya akan kering dan layu. Banyak manusia dan hewan akan mati kelaparan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Mimpi No.2
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang pepohonan muda yang belum cukup tua, tetapi sudah berbunga dan berbuah, dan karena sarat dengan bunga dan buah maka ranting-ranting mereka tampak tidak kuat menahannya.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.2
Jauh dimasa yang akan datang, para gadis yang masih sangat muda sudah ingin bersuami, sudah ingin menikah dan mempunyai keluarga, karena mereka dipenuhi oleh hasrat dan nafsu. Batin mereka akan sangat menginginkan kesenangan-kesenangan inderawi. Mereka akan menikmati tubuh, suara, bau, rasa, dan sentuhan kulit serta membutuhkan kenikmatan seksual dan hasrat nafsu. Akan menjadi suatu hal yang biasa bagi pasangan-pasangan untuk menikah pada usia yang sangat muda. Mereka tidak akan merasa malu menuruti hasrat hatinya dalam kehidupan seks seperti binatang. Ketika mereka hamil, mereka berusaha untuk bebas dari bayi itu, meskipun hal itu merupakan perbuatan yang penuh dosa. Sebagian anak masih akan hidup dengan orang tua mereka, tetapi yang lainnya tidak diurus lagi dan menjadi pengemis, hidup sendiri dan menggelandang, tanpa orang tua atau keluarga yang bisa memberikan pendidikan atau tempat untuk hidup. Mereka akan tidur dimana saja; kadangkala mereka bisa mendapatkan sesuatu untuk dimakan, tetapi kadangkala mereka kelaparan. Akan terjadi keadaan yang sangat menyengsarakan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang. Mereka yang dilahirkan pada masa itu harus menghadapinya.


Mimpi No.3
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan sapi dan lembu jantan yang menyusui kepada anak-anak mereka.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.3
Jauh dimasa yang akan datang, orangtua akan terpaksa bergantung pada hasil keringat anak-anak mereka. Mereka harus hidup dari makanan dan keperluan lainnya, termasuk uang, yang disediakan, yang disediakan oleh anak-anak mereka. Pada saat itu, para orang tua harus menyenangkan dan menyanjung anak-anak mereka setiap saat. Jika anak-anak senang kepada mereka, mereka akan memberi uang kepada orang tuanya. Jika tidak, orang tua tak akan mendapatkan apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh dimasa yang akan datang.


Mimpi No.4
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang orang yang memaksa sapi kecil dan muda untuk menarik kereta. Ketika mereka tidak bisa melakukannya, mereka dipukul.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.4
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang cenderung akan membiarkan mereka yang baru lulus memikul tugas-tugas administratif negara yang berat. Meskipun kaum muda memiliki pengetahuan, tetapi mereka belum punya pengalaman, kecapakan, keahlian, dan kecermatan dalam hal mengelola persoalan-persoalan ekonomi, politik dan sosial. Mereka akan berbuat kesalahan dan membuat kemunduran. Kurangnya tanggung-jawab mereka akan menyebabkan defisit perdagangan dan kehancuran pada negara serta perkembangannya. Mereka menjadi sasaran cercaan masyarakat. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Mimpi No.5
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seekor kuda dengan satu kepala tetapi bermulut dua. Ia terus merumput melalui kedua mulutnya dan tampaknya tidak pernah cukup.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.5
Jauh dimasa yang akan datang, para hakim akan sedemikian liciknya sehingga mereka akan menerima uang suap dari kedua belah pihak dari satu kasus yang mereka tangani, baik dari pihak penggugat maupun dari pihak tergugat. Mereka mengharapkan sesuatu dari mereka. Mereka meminta tidak sedikit untuk kasus-kasus serius. Jika mereka tidak mendapatkan apa yang mereka minta, mereka tidak akan menangani kasus itu. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Mimpi No.6
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang tentang sekelompok orang yang mengorbankan talam emas yang berharga, sebagai tempat kencing dan berak bagi serigala-serigala.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.6
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang dungu akan membiarkan ajaran-ajaran Sang Buddha (Dhamma), disalah-gunakan dan dihancurkan oleh berbagai pemujaan keagamaan dengan cara memodifikasi Dhamma agar sesuai dengan ajaran-ajaran mereka sendiri yang tidak murni dan penuh nafsu.
Kemudian mereka akan mengatakan bahwa ajaran Sang Buddha merupakan bagian dari kepercayaan mereka. Banyak orang yang kemudian akan salah mengerti, mengira bahwa ajaran Sang Buddha itu setara dengan kepercayaan-kepercayaan lain tersebut, dan karenanya, sama saja. Kenyataannya cara-cara pemujaan itu tidak mengerti sama sekali nilai dari ajaran Sang Buddha. Orang-orang seperti mereka itu akan muncul ketika Sang Buddha telah mencapai Parinibbana. Akan ada begitu banyak cara pemujaan yang menyatakan bahwa mereka adalah agama yang benar.


Mimpi No.7
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seorang yang duduk di bangku menganyam kulit harimau menjadi seutas tali, dan seekor serigala memakannya secepat tali itu selesai dianyam.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.7
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang dungu dengan moralitas rendah akan dipromosikan pada posisi yang mulia, bekerja di istana dan kerap kali bertindak atas nama raja. Karena dungu dan banyak bicara, mereka akan membocorkan rahasia istana kepada umum. Bagi mereka yang tidak menyukai raja, ini merupakan kesempatan utnuk menyebarkan gosip; karena itu raja akan tidak dipercayai. Rakyat akan kehilangan kepercayaan dan rasa hormatnya kepada Raja dan keluarga kerajaan. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang. Orang-orang yang tidak setia akan muncul dari dalam.

NB: Pendapat pribadi oleh JG= Mungkin zaman sekarang RAJA itu adalah Presiden / Kepala Pemerintahan / Perdana Menteri


Mimpi No.8
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang berbagai kendi besar dan kendi kecil terletak pada tempat yang sama. Orang berdesak-desakan utnuk menuangkan air ke dalam kendi-kendi yang besar sampai airnya tumpah, sebaliknya tak seorangpun yang mau menuangkan air ke dalam kendi-kendi yang kecil.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.8
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan memilih berdana barang-barang yang baik dan berharga kepada para bhikkhu yang berkedudukan tinggi dan senior. Bhikkhu-bhikkhu senior ini lalu akan menerima terlalu banyak makanan dan pemberian, sebaliknya bhikkhu-bhikkhu junior yang duduk disekitar tidak menerima apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.

Mimpi No.9
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebuah kolam besar. Air pada bagian luar sangat bersih, jernih dan sejuk, tetapi air di bagian tengahnya keruh dan berlumpur. Binatang-binatang besar dan kecil berkelahi untuk meminum air yang berlumpur, tetapi tak ada binatang yang mau meminum air yang bersih, jernih, dan sejuk itu.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.9
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan dipenuhi oleh keserakahan dan hawa nafsu. Mereka tak akan pernah mempunyai uang yang cukup. Mereka tidak menginginkan pekerjaan-pekerjaan yang bersih dan jujur tetapi bergaji kecil, yang tidak dapat memuaskan keserakahan mereka. Mereka berusaha mencari pengaruh dalam dewan nasional, sehingga mereka dapat mengatur negara serta sepenuhnya mengelola keuangan negara. Mereka akan berlaku licik dan tanpa rasa malu melakukan korupsi. Mereka akan puas hanya dengan mendapatkan banyak uang tanpa menghiraukan betapa kotornya cara mereka memperolehnya. Keadaan ini akan muncul pada setiap bangsa di seluruh dunia. Hal itu akan menjadi lebih dan lebih parah, yang mengakibatkan kekacauan di dalam tubuh dewan nasional, disana akan ada pertikaian terhadap posisi dimana mereka bisa mendapatkan uang yang lebih banyak. Mereka akan bertikai tentang siapa yang akan mendapat lebih banyak, siapa yang akan mendapat lebih sedikit, serta siapa yang tidak mendapatkan apapun. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Mimpi No.10
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang nasi yang ditanak dalam panci, pada satu bagian panci nasinya matang, pada bagian lain setengah matang, pada bagian yang lain lagi sama sekali tidak matang.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.10
Jauh dimasa yang akan datang, orang akan terpecah di dalam keyakinannya. Sekelompok orang akan percaya pada ajaran-ajaran Sang Buddha, Dhamma sejati, yang ketika dipraktikkan sampai jenjang terakhir, benar dapat melenyapkan berbagai penderitaan. Kelompok ini akan mempercayai Nibbana, padamnya berbagai kekotoran batin dan penderitaan, sebagai tujuan dari jalan mulia. Mereka mempercayai bahwa ada neraka dan surga, bahwa kebajikan dan perbuatan jahat menyebabkan hasil baik dan buruk yang sesuai, dan tumimbal-lahir akan mengikuti kematian orang yang masih mempunyai kekotoran dan nafsu keinginan.
Kelompok yang lain akan ragu-ragu tentang apakah Jalan Mulia masih ada ketika agama Buddha sudah begitu lama. Mereka tidak yakin apakah ajaran Sang Buddha tetap sempurna, serta apakah masih ada bhikkhu yang baik yang bisa mencapai tingkat Nibbana. Mereka penuh dengan keragu-keraguan.
Kelompok yang lain lagi menolak mempercayai keseluruhan dari Jalam Mulia, hasil-hasilnya, serta Nibbana. Diantara kelompok ini tidak ada hal seperti neraka atau surga, maupun akibat apapun dari kebaikan dan kejahatan, ataupun kehidupan setelah kematian. Menjelang akhir dari agama Buddha, orang akan memiliki lebih banyak lagi pandangan-pandangan salah.


Mimpi No.11
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekelompok orang menukarkan kayu wangi yang berharga dan mahal, hanya dengan satu mangkuk susu asam, yang tidak sebanding harganya.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.11
Jauh dimasa yang akan datang, sekelompok orang akan memperdagangkan ajaran-ajaran Sang Buddha demi uang. Mereka akan menulis berbagai buku tentang ajaran Buddha serta menjualnya sebagai penghidupan mereka. Mereka akan menyusun berbagai syair tentang ajaran serta mengajarkannya demi sesuatu yang nilainya tidak sebanding sebagai gantinya. Kejadian ini akan terjadi menjelang berakhirnya agama Buddha.


Mimpi No.12
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebuah botol labu kering dan berlubang yang tenggelam di dalam air, bukannya mengapung seperti mestinya.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.12
Jauh dimasa yang akan datang, orang yang baik, berpengetahuan luas, cerdas, baik para bhikkhu maupun umat awam, tak akan dikagumi dalam masyarakat. Mereka setiap saat akan dihalangi oleh orang-orang yang jahat dan penuh dosa. Orang-orang yang jujur dan memenuhi syarat, tidak akan mendapat kesempatan untuk dipilih di dalam dewan nasional, serta untuk memimpin negara. Kalaupun mereka terpilih, mereka tidak bisa mengabdi kepada negara secara penuh. Kelompok yang dapat disuap akan berusaha memecat mereka demi kepentingannya sendiri. Menurut pendapat orang-orang yang tidak jujur, orang yang baik adalah musuh mereka, karena mereka tidak akan bekerjasama di dalam kejahatan mereka. Jadi tidak akan ada orang baik pada masyarakat semacam itu.
Demikian pula, para bhikkhu yang sejati dan baik hati, yang berlatih sesuai dengan Jalan Mulia, tak akan dihormati. Orang-orang tidak ingin mengunjungi mereka atau mendengarkan ajaran mereka. Mereka dianggap kuno dan tidak terhormat. Orang-orang tidak akan memperhatikan dan menghormati mereka. Meskipun orang-orang ini kaya-raya, tetapi mereka tidak akan memberikan apapun kepada para bhikkhu atau mereka hanya memberikan sedikit. Para bhikkhu akan menjalani kehidupan kebhikkhuan dengan sulit. Oleh sebab itu, tidak ada orang yang mau memasuki kehidupan kebhikkhuan, dan terjadilah kelangkaan bhikkhu yang baik di dalam agama Buddha. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Mimpi No.13
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sebongkah batu yang sebesar rumah mengapung di permukaan air, seperti perahu layar yang kosong. Biasanya batu tenggelam di air, tetapi yang satu ini mengapung di permukaan air.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.13
Jauh dimasa yang akan datang, orang yang jahat dan penuh dosa, yang tidak menjalankan sila apapun dan tidak bermoral, kejam, perayu dan tak tahu malu, akan dikagumi di masyarakat. Mereka akan mendapatkan kekuasaaan dan kemasyhuran serta mempunyai banyak pengikut dan pelayan. Umat awam seperti ini akan sangat dihormati, diterima dan disenangi oleh masyarakat. Sesungguhnya mereka adalah seperti cermin yang memantulkan keadaan dari masyarakat dan negara tersebut. Apakah masyarakatnya berkembang atau merosot, dapat dilihat dari cermin besar ini di dalam dewan nasional. Ini merupakan petunjuk, jendela, atau pintu dari masyarakat itu. Di suatu negara, wakil-wakil raja yang dipilih oleh masyarakat akan menunjukkan jenis masyarakat itu sendiri.
Dalam masyarakat bhikkhu dan bhikkhuni, agama bisa berkembang atau merosot adalah tergantung kepada empat kumpulan??? [maybe maksudnya 4 kebutuhan pokok]. Para bhikkhu tidak dapat hidup sendiri di dalam masyarakat. Bhikkhu akan dijadikan terkenal oleh umat awam yang SUPRANATURAL dan kesucian sang bhikkhu. Ini adalah menurut kepercayaan si umat awam tersebut tentang yang mana yang Suci. Pada saat itu, para Arahat – mereka yang telah bebas dari kekotoran batin dan penderitaan, adalah tergantung pada kepercayaan para pengikut. Pengikut pada setiap tradisi kepercayaan akan mempunyai definisinya sendiri tentang Arahat. Mereka akan memberitakan latihan keras dari bhikkhu mereka secara berlebihan. Itulah mengapa batu padat mengapung di permukaan air. Para bhikkhu yang terkenal dengan jalan ini hanya akan menggunakan pakaian kebhikkhuannya untuk usaha mereka. Mereka menggunakan agama untuk penghidupan mereka. Menjelang berakhirnya agama Buddha, orang-orang akan kehilangan rasa hormat mereka kepada agama. Kepercayaan mereka akan merosot karena mereka melihat kelakuan yang tidak baik diantara para bhikkhu. Orang bijaksana yang kokoh dalam pertimbangan akan mencari bhikkhu yang benar. Menjelang berakhirnya agama Buddha, kejadian ini akan terjadi.


Mimpi No.14
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang seekor katak pohon betina mengejar seekor kobra besar untuk disantap. Ketika ia menangkap kobra itu, ia segera menelan si kobra.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.14
Jauh dimasa yang akan datang, para bhikkhu yang terkenal dan populer akan berbicara dengan kata-kata yang mengesankan. Mereka berkotbah seperti kobra mengembangkan kepalanya, memainkan peranan penting dalam masyarakat serta mendapatkan penghormatan dan kepercayaan dari masyarakat. Mereka menerima kekayaan, ketenaran, dan gelar yang begitu banyak sehingga mereka melupakan diri sendiri serta kehilangan kesadaran dan kebijaksanaannya. Mereka tidak memiliki pengendalian terhadap mata, telinga, hidung, lidah, dan pikiran mereka, serta membiarkan indera-inderanya menikmati berbagai bentuk, suara, bau, rasa, dan sensasi-sensasi sentuhan, sampai kesenangan hawa nafsu memenuhi benak mereka. Itulah mengapa “katak-pohon betina yang kecil” mempunyai kesempatan dan merencanakan untuk menyerang pikiran dengan muslihat serta kata-kata manis, sampai “binatang kecil itu” dapat menangkap dan menelannya pada saat yang tepat.

Mimpi No.15
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan angsa keemasan mengelilingi burung gagak. Kemana saja burung gagak itu pergi, angsa keemasan itu mengikuti di sekeliling mereka.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.15
Jauh dimasa yang akan datang, bhikkhu-bhikkkhu yang baru saja ditahbiskan, yang masih lugu dalam Dhamma, akan mengelilingi para bhikkhu yang tidak bermoral. Para bhikkhu baru ini akan menghormati bhikkhu-bhikkhu tersebut sebagai guru mereka. Para bhikkhu yang tidak bermoral ini pandai dalam mendapatkan harta, persis seperti burung gagak dalam mendapatkan makanan. Mereka akan memberi kepada bhikkhu-bhikkhu baru tersebut bagian mereka dari harta itu. Itulah mengapa angsa keemasan menyerah pada burung gagak. Menjelang berakhirnya agama Buddha, masyarakat kebhikkhuan akan berubah seperti ini. Jumlah bhikkhu yang tidak bermoral akan bertambah. Para bhikkhu junior yang tidak berpendidikan tak akan menjalankan aturan (vinaya) kebhikkhuan. Mereka tak akan mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak, serta apa saja tugas mereka. Mereka akan memasuki kehidupan kebhikkhuan hanya karena tradisi. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Mimpi No.16
Raja Pasenadi Kosala bermimpi tentang sekawanan kambing memburu seekor harimau dan mengunyahnya sebagai makanan.

Ramalan Sang Buddha mengenai Mimpi No.16
Jauh dimasa yang akan datang, orang-orang akan tidak puas dengan sistem kerajaan yang dijalankan. Mereka akan menentang pemerintahan semacam ini dan mencari demokrasi, dimana peranan dan kekuasaan raja dikurangi, dan semuanya dibawah hukum yang sama. Ketika raja menolak, mereka akan merampas kekuasaanya dengan paksa, sesuai dengan keperluan masyarakat. Raja-raja yang menolak akan digulingkan dan dipaksa untuk meninggalkan negara bersama dengan keluarganya. Ketika raja menyetujui untuk turun dari kekuasaannya sesuai dengan permintaan rakyat, mereka akan menghormati sang raja dan keluarga raja, seolah-olah raja dan keluarga tersebut adalah dewa dan pelindung mereka. Mereka akan menganggap sang raja sebagai pusat spiritual negara untuk selama-lamanya. Kejadian ini akan terjadi jauh di masa yang akan datang.


Monday, May 10, 2010

Bakar Kertas Apakah bermanfaat ???


Oleh : UP. Sudharma SL.

Sering timbul salah pengertian di kalangan masyarakat yang non-Buddhis (bukan beragama Buddha), bahwa tradisi "Bakar Kertas" adalah merupakan bagian dari ajaran Agama Buddha, bahkan sebagian dari umat Buddha pun beranggapan demikian. Terasa seakan kurang lengkap apabila dalam upacara sembahyang tidak dilaksanakan tradisi "Bakar Kertas" ini.


Sejak zaman dulu sebenarnya ada 2 jenis kertas yang digunakan dalam tradisi ini, yaitu kertas yang bagian tengahnya berwarna keemasan (Kim Cua) dan kertas yang bagian tengahnya berwarna keperakan (Gin Cua). Menurut kebiasaan-nya Kim Cua (Kertas Emas) digunakan untuk upacara sembahyang kepada dewa-dewa, sedangkan Gin Cua (Kertas Perak) untuk upacara sembahyang kepada para leluhur dan arwah-arwah orang yang sudah meninggal dunia.


Mereka yang mempercayai tradisi ini beranggapan bahwa dengan membakar kertas emas dan perak itu berarti mereka telah memberikan kepingan uang emas dan uang perak kepada para dewa atau leluhur mereka; sebagaimana diketahui kepingan emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada zaman Tiongkok kuno.


Tetapi ternyata kemajuan zaman telah mempengaruhi pula tradisi ini, sekarang yang dibakar bukan hanya kertas emas dan perak, ada pula sejenis uang kertas dengan nilai nominal aduhai (milyaran), yang bentuknya mirip dengan uang kertas yang digunakan pada zaman sekarang. Yang membedakannya adalah kalau pada uang kertas yang berlaku pada umumnya ada yang bergambar kepala negara atau pahlawan, tetapi pada uang kertas yang akan dikirim kepada para leluhur yang telah meninggal ini bergambar Yen Lo Wang (Giam Lo Ong) yakni Dewa Yama, penguasa alam neraka, dan adanya tulisan "Hell Bank Note" (Mata Uang Neraka). Entah dari mana asal mula timbulnya ide untuk membuat dan membakar uang kertas akhirat seperti itu, mungkin dasar pemikirannya adalah karena sekarang mata uang tidak lagi berupa kepingan emas dan perak, melainkan uang kertas; tentunya di alam sana juga perlu penyesuaian.


Apakah benar tradisi "Bakar Kertas" ini berdasarkan ajaran Agama Buddha ? Apakah ada manfaatnya ?, dan bagaimanakah sesungguhnya pandangan Agama Buddha mengenai tradisi ini ? Pembicaraan mengenai hal ini cukup menarik, ada yang pro dan ada pula yang kontra, bahkan anti sama sekali.


Agama Buddha adalah agama yang penuh dengan toleransi, dalam arti agama Buddha dapat menerima pengaruh tradisi atau budaya manapun selama hal itu tidak bertentangan dengan prinsip dasar ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma). Dan dalam hal ini tentu perlu pula dipertimbangkan apakah hal itu bermanfaat bagi kemajuan batin kita atau tidak. Begitu pula dengan tradisi "Bakar Kertas" ini apakah hal ini bertentangan atau tidak dengan prinsip dasar ajaran Buddha Dharma ? Marilah kita tinjau lebih lanjut.


Asal-Usul Tradisi "Bakar Kertas"
Konon tradisi "Bakar Kertas" ini baru dimulai pada zaman pemerintahan Kaisar Lie Sie Bien (Lie She Min) dari Kerajaan Tang di Tiongkok. Lie Sie Bien adalah seorang kaisar yang adil dan bijaksana, sehingga beliau dicintai oleh rakyatnya.


Pada suatu hari tersebar kabar bahwa Kaisar menderita sakit yang cukup parah, mendengar kabar ini rakyat menjadi sedih. Beberapa hari kemudian secara resmi keluar pengumuman dari Kerajaan bahwa Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia. Rakyat benar benar berduka-cita karena merasa kehilangan seorang Kaisar yang dicintai, sebagai ungkapan rasa duka-cita ini penduduk memasang kain putih di depan pintu rumahnya masing-masing tanda ikut berkabung atas mangkatnya Sang Kaisar.


Sebagaimana tradisi pada waktu itu, jenazah Kaisar tidak langsung dikebumikan, melainkan disemayamkan selama beberapa minggu untuk memberi kesempatan pada para pejabat istana dan rakyat untuk memberikan penghormatan terakhir.


Alkisah, setelah beberapa hari kemudian Kaisar Lie Sie Bien hidup kembali atau bangkit kembali dari kematiannya. Dan kemudian beliau bercerita mengenai perjalanan panjangnya menuju alam neraka, yang dialaminya selama saat kematiannya.


Dimana salah satu cerita beliau, adalah ketika beliau dalam perjalanan menuju alam neraka, sang Kaisar bertemu dengan ayahbunda, dan sanak keluarga, serta teman-temannya yang telah lama meninggal dunia. Dimana dikisahkan bahwa kebanyakan dari mereka berada dalam keadaan menderita kelaparan, kehausan, dan serba kekurangan walaupun dulu semasa hidupnya mereka hidup senang dan mewah. Keadaan mereka sangat menyedihkan, walaupun saat ini anak-anak dan keturunannya yang masih hidup berada dalam keadaan senang dan bahagia. Makhluk-makhluk yang menderita ini berteriak memanggil Lie Sie Bien untuk minta pertolongan dan bantuannya untuk mengurangi penderitaan mereka. Menurut Kaisar mereka ini sangat mengharapkan bantuan dan pemberian dari keturunan dan sanak-keluarganya yang masih hidup.


Lalu sang Kaisar menghimbau dan menganjurkan agar keturunan dan sanak keluarga yang masih hidup jangan sampai melupakan leluhur dan keluarganya yang telah meninggal. Kita yang masih hidup wajib mengingat dan memberikan bantuan kepada mereka yang menderita di alam sana, sebagai balas budi kita kepada leluhur kita itu. Untuk itu keluarga yang masih hidup dianjurkan untuk mengirimkan bantuan dana/ uang kepada mereka yang berada di alam penderitaan itu. Dan dana bantuan itu adalah berupa "Kertas Emas dan Perak" yang dibakar dan kemudian akan menjelma menjadi kepingan uang emas dan perak di alam sana, sehingga dapat dipergunakan oleh ayahbunda, leluhur, dan sanak keluarga yang berada di alam sana untuk meringankan penderitaan mereka.


Karena yang berkisah ini adalah seorang Kaisar yang sangat dihormati dan dicintai segenap rakyatnya, maka tentu saja cerita ini dipercayai, dan himbauan kaisar langsung mendapatkan tanggapan yang baik dari para pejabat, bangsawan, dan seluruh rakyat kerajaan Tang.


Tetapi sekarang persoalannya, siapakah yang akan membuat "kertas emas dan perak" itu, untuk kemudian dijual kepada yang mau membakarnya atau mengirimkannya kepada leluhur dan sanak keluarganya yang telah meninggal ?


Lie Sie Bien adalah seorang yang cerdas, beliau tahu betul bahwa dari sekian luas wilayah kerajaan Tang (Tiongkok), tidak semua daerah tersebut sama kesuburan tanahnya, ada daerah-daerah yang gersang dan tandus, yang hanya dapat ditumbuhi pohon bambu yakni bahan baku untuk pembuat kertas pada waktu itu. Nah, penduduk daerah inilah yang dikerahkan untuk membuat "kertas emas dan perak" untuk keperluan sembahyang kepada para leluhur itu.


Apakah sesungguhnya yang terjadi ? Betulkah Kaisar Lie Sie Bien meninggal dunia dan melakukan perjalanan ke alam neraka ? Benarkah kisah perjalanan yang diceritakan oleh sang Kaisar ? Banyak orang yang percaya bahwa Kaisar Lie Bie Bien benar-benar pernah meninggal dan melakukan perjalanan ke alam neraka, dan apa yang dikisahkannya itu sungguh-sungguh terjadi. Tetapi tidak sedikit pula yang berpendapat bahwa kejadian "mati suri" nya Kaisar Lie Sie Bien dan kisah perjalanannya ke neraka hanya rekayasa sang Kaisar untuk tujuan politis.


Dimana penggambaran alam neraka seperti yang diceritakan beliau diambil dari penggambaran alam neraka dalam kitab-kitab suci Agama Buddha, karena Kaisar Lie Sie Bien adalah seorang Buddhis (beragama Buddha) yang cukup banyak mendalami ajaran-ajaran Agama Buddha (Buddha Dharma).


Seperti kita ketahui, bahwa di zaman itu di Tiongkok berlaku sistim feodal, dimana terjadi jurang perbedaan yang sangat nyata antara tuan-tuan tanah, bangsawan, dan pedagang yang kaya raya dengan segala kemewahan yang berlimpah ruah, dengan kaum petani, buruh dan rakyat jelata yang hidup miskin, melarat, penuh kesengsaraan dan serba kekurangan. Orang-orang kaya ini sama sekali tidak punya kepedulian terhadap orang-orang miskin, bahkan mereka menindas kaum miskin ini.


Sebagai seorang kaisar yang adil dan bijaksana, tentu saja Lie Sie Bien tidak setuju dengan keadaan ini, tetapi beliau juga tidak bisa sewenang-wenang memaksa kaum kaya ini untuk mempunyai kepedulian dan mau membantu kaum miskin. Maka terpaksalah beliau menggunakan taktik untuk menciptakan pemerataan kehidupan dan menolong kaum miskin itu, yakni dengan merekayasa peristiwa kematian beliau dan perjalanannya ke alam neraka.


Barisan terdepan dari mereka yang mengikuti himbauan dan ajuran Kaisar Lie Sie Bien untuk membakar "Kim Cua dan Gin Cua" untuk di kirimkan sebagai dana bantuan kepada leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal sudah tentu adalah orang-orang kaya yang punya banyak uang untuk membeli "kertas emas dan perak" yang dibuat oleh orang-orang miskin; sehingga dengan demikian rakyat jelata yang miskin ini jadi terbantu dan punya penghasilan, terjadilah pemerataan pendapatan.


Secara keagamaan pun tradisi ini pada mulanya bermanfaat, yaitu agar anak dan sanak keluarga yang masih hidup senantiasa ingat pada leluhur/ keluarga yang telah mendahului sekaligus sebagai ungkapan balas budi atas jasa dan kebaikan mereka, dan selalu berdoa serta mengharapkan kebahagiaan mereka di alam sana.


Bagaimana pada zaman sekarang ?
Zaman terus berubah, tradisi yang tadinya sengaja dicetuskan oleh Kaisar Lie Sie Bien dengan maksud dan tujuan yang baik, yakni membantu dan menolong kaum miskin, sekarang masalahnya menjadi lain. "Kertas Emas dan Perak" yang dulunya di produksi oleh home industry (industri rumah tangga) orang-orang miskin, sekarang sudah di produksi secara massal oleh pabrik-pabrik yang tentunya milik pengusaha kaya. Sehingga maksud dan tujuan untuk pemerataan penghasilan sudah tidak bermakna lagi.


Kalau dulu upacara "Bakar Kertas" itu selalu diiringi dengan doa dan harapan untuk kebahagiaan para leluhur dan sanak keluarga yang telah meninggal, saat ini makna ini sudah semakin kabur karena tidak banyak lagi orang yang tahu asal mula, maksud dan tujuan sesungguhnya dari tradisi "Bakar Kertas" ini. Malah sekarang ada anggapan bahwa semakin banyak "kertas emas dan perak" ini dibakar adalah semakin baik, dan membuat leluhur dan sanak keluarga semakin kaya dan semakin senang di alam sana.


Ditambah lagi dengan berbagai ide yang menyesatkan, seperti membuat uang kertas "Hell Bank Note", peralatan-peralatan modern/ canggih dari kertas (seperti pesawat televisi, hand phone, mobil mewah, televisi, parabola, dll) untuk dibakar guna dikirimkan pada leluhur dan sanak keluarga di alam sana, tentunya akan semakin mengaburkan maksud dan tujuan tradisi "Bakar Kertas" ini.


Bagaimanakah pandangan Agama Buddha ?
Agama Buddha adalah agama yang penuh dengan toleransi, walaupun bukan berarti bahwa agama Buddha bersikap menerima tradisi apapun dalam ritual agama Buddha. Tradisi "Bakar Kertas" yang masih dilaksanakan pada saat ini jelas tidak sesuai dengan ajaran agama Buddha.


Alangkah baik dan bijaksana bilamana uang yang tadinya akan digunakan untuk pembelian "kertas emas dan perak" itu dipergunakan untuk membantu orang-orang yang memerlukan bantuan/ pertolongan, atau membeli sesuatu yang dapat diberikan/ disumbangkan pada mereka yang membutuhkannya; misalnya : disumbangkan ke Vihara, Panti Asuhan, Panti Jompo, Panti Anak Cacat, memberikan dana pada anggota Sangha (Bhikkhu/ Bhikkhuni), atau disumbangkan pada pengemis, orang-orang miskin, korban bencana alam, dan lain sebagainya. Bantuan dan sumbangan tersebut kita berikan dengan mengenang dan mengatasnamakan orangtua/ leluhur dan sanak keluarga kita yang telah meninggal itu. Inilah yang di dalam agama Buddha dinamakan "Upacara Pelimpahan Jasa (Pattidana)", sehingga uang kita tidak menjadi sia-sia untuk membakar kertas dan segala sesuatu yang tidak bermanfaat itu.


Tetapi dalam hal ini agama Buddha tidak mengambil sikap menentang keras atau anti terhadap tradisi tersebut, karena menyadari bahwa melaksanaan tradisi tersebut hanya semata-mata karena ketidaktahuan, kurangnya pengertian, dan kepatuhan pada tradisi secara membabi buta, bukan karena tujuan untuk menentang atau melanggar ajaran agama Buddha.


Jika masih ada generasi tua yang melaksanakan tradisi "Bakar Kertas" itu, kita tidak perlu menentang, mengejek, menghina, atau pun melecehkan apa yang mereka lakukan; tetapi seharusnya kewajiban kita adalah untuk memberikan pengertian dan penjelasan secara bijaksana tentang tradisi tersebut, sehingga mereka berangsur-angsur jadi mengerti dan menyadari kekeliruannya dan mau dengan ikhlas dan sukarela untuk memperbaiki/ merubahnya. Sungguhpun harus diakui bahwa tidaklah mudah untuk merubah suatu tradisi yang sudah mendarah-daging, meski pun demikian kita tetap harus mencobanya; syukur jika berhasil, tetapi bila tidak berhasil kita tidak perlu kecewa, putus asa, atau pun memaksakannya pada mereka.