ManGala Sutta (Berkah Utama)

Monday, August 8, 2011

Anathapindika (Seorang hartawan yang menjadi miskin)

Anathapindika adalah pendana Vihara Jetavana yang didirikan dengan biaya lima puluh empat crores. Ia tidak hanya dermawan tetapi juga benar-benar berbakti kepada Sang Buddha. Dia pergi ke vihara Jetavana dan memberikan penghormatan kepada Sang Buddha tiga kali sehari. Pada pagi hari dia membawa bubur nasi, siang hari dia amembawa beberapa macam makanan yang pantas atau obat-obatan dan pada malam hari dia membawa bunga dan dupa.

Setelah beberapa lama Anathapindika menjadi menjadi miskin, tetapi sebagai orang yang telah mencapai tingkat kesucian Sotapana, bathinnya tidak tergucang dengan kemiskinannya, dan dia terus melakukan perbuatan rutinnya setiap hari yaitu berdana.
Suatu malam, satu makhluk halus penjaga pintu rumah Anathapindika menampakkan diri dalam ujud manusia menemui Anathapindika, dan berkata: “Saya adalah penjaga pintu rumahmu, kamu telah memberikan kekayaanmu kepada Samana Gotama tanpa memikirkan masa depanmu. Hal itulah yang menyebabkan kamu miskin sekarang. Oleh karena itu kamu seharusnya tidak memberikan dana lagi kepada Samana Gotama dan kamu seharusnya memperhatikan urusanmu sendiri sehingga menjadi kaya kembali.”

Anathapindika menghalau penjaga pintu tersebut keluar dari rumahnya. Karena Anathapindika sudah mencapai tingkat kesucian sotapanna, mahluk halus penjaga pintu tersebut tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Dia pun pergi meninggalkan rumah tersebut, dia tidak mempunyai tempat tujuan pergi dan ingin kembali ke rumah Anathapindika, tetapi dia takut pada Anathapindika jadi dia mendekati Raja Sakka, raja para dewa.
Sakka memberi saran kepadanya, pertama dia harus berbuat baik kepada Anathapindika dan setelah itu meminta maaf kepadanya. Kemudian Sakka melanjutkan, “Ada kira-kira delapan belas crores yang dipinjam oleh beberapa pedangan yang belum dikembalikan kepada Anathapindika; delapan belas crores lainnya disembunyikannya oleh lelulur (nenek moyang) Anathapindika, dan lainnya yang buka milik siapa-siapa yang dikuburkan di tempat tertentu. Pergi dan kumpulkanlah semua kekayaan ini dengan kemampuan bathin luar biasamu, penuhilah ruangan-ruangan Anathapindika. Setelah melakukan itu, kamu boleh meminta maaf padanya.”

Mahluk halus penjaga pintu tersebut melakukan petunjuk Sakka, dan Anathapindika kembali menjadi kaya. Ketika mahluk halus penjaga pintu memberi tahu Anathapindika mengenai keterangan dan petunjuk yang diberikan oleh Sakka, perihal pengumpulan kekayaannya dari dalam bumi, dari dasar samudera, dan dari peminjam-peminjamnya. Anathapindika terkesan dengan perasaan kagum kemudian Anathapindika membawa mahluk halus penjaga pintu tersebut menghadap Sang Buddha.
Kepada mereka berdua, Sang Buddha berkata, “Seseorang tidak akan menikmati keuntungan dari perbuatan baiknya, atau menderita akubat dari perbuatan jahat untuk selamanya; tetapi akan tibalah waktunya kapan perbuatan baik atau buruknya berbuah dan menjadi matang.”
Mahluk halus penjaga pintu rumah itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah mendengar kotbah Dhamma tersebut berakhir.

Pembuat kejahatan hanya melihat hal yang baik selama buah perbuatan jahatnya belum masak, tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak, ia akan melihat akibat-akibatnya yang buruk.
Pembuat kebajikan hanya melihat hal yang buruk selama buah peerbuatan bajiknya belum masak’ tetapi bilamana hasil perbuatannya itu telah masak; ia akan melihat akibat-akibatnya yang baik. (Dhammapada 119 & 120)

Culapanthaka

Bendahara kerajaan di Rajagaha mempunyai dua orang cucu laki-laki bernama
Mahapanthaka dan Culapanthaka. Mahapanthaka, yang tertua, selalu menemui kakeknya mendengarkan kotbah Dhamma. Kemudian Mahapanthaka bergabung menjadi murid Sang Buddha.
Culapanthaka mengikuti jejak kakaknya menjadi bhikkhu pula. Tetapi karena pada
penghidupan yang lampau pada masa keberadaan Buddha Kassapa, Culapanthaka telah menggoda seorang bhikkhu yang sangat bodoh, maka ia dilakhirkan sebagai orang dungu pada kehidupannya saat ini. Dia tidak mampu mengingat meskipun hanya satu syair dalam empat bulan. Mahapanthaka sangant kecewa dengan adiknya dan mengatakan bahwa adiknya tidak berguna.

Suatu waktu, Jivika datang ke vihara mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu yang ada, untuk berkunjung makan siang di rumahnya. Mahapanthaka, yang diberi tugas untuk memberitahu pada bhikkhu tentang undangan makan siang tersebut, mencoret Culapanthaka dari daftar undangan. Ketika Culapanthaka mengetahui hal itu dia merasa sangat kecewa dan memutuskan untuk kembali hidup sebagai orang perumah tangga.

Mengetahui keinginan tersebut, Sang Buddha membawanya dan menyuruhnya duduk di depan gandhakuti, kemudian Beliau memberikan selembar kain bersih kepada Culapanthaka dan menyuruhnya untuk duduk menghadap ke timur dan menggosok-gosok kain itu. Pada waktu bersamaan dua harus mengulang kata “Rojaharanam” yang artinya “kotor”. Sang Buddha kemudian pergi ke tempat kediaman Jivika, menemui para bhikkhu.

Culapanthaka mulai menggosok-gosok selembar kain tersebut, sambil mengucapkan
“Rajoharanam”. Berulang kali kain itu digosok dan berulang kali pula kata-kata
rojaharanam meluncur dari mulutnya.

Berulang dan berulang kali.

Karena terus digosok, kain tersebut menjadi kotor. Melihat perubahan yang terjadi pada kain tersebut, Culapanthaka tercenung. Ia segera menyadari ketidak kekalan segala sesuatu yang berkondisi.

Dari rumaha Jivika, Sang Buddha dengan kekuatan supranaturalnya mengetahui kemajuan Culapanthaka. Beliau dengan kekuatan supranatualnya menemui Culapanthaka, sehingga seolah-olah Beliau tampak duduk di depan Culapanthaka, dan berkata:

“Tidak hanya selembar kain yang dikotori oleh debu; dalam diri seseorang ada debu hawa nafsu (raga, debu keinginan jahat (dosa), dan debu ketidaktahuan (moha), seperti ketidaktahuan akan empat kesunyataan mulia. Hanya dengan menghapuskan hal-hal
tersebut seseorang dapat mencapai tujuannya dengan mencapai arahat”


Culapanthaka mendengarkan pesan terseubut dan meneruskan bermeditasi. Dalam waktu yang singkat mata bathinnya terbuka dan ia mencapai tingkat kesucian arahat, bersamaan dengan memiliki ‘pandangan terang analitis’. Maka Culapanthaka tidak lagi menjadi orang dungu.

Di rumah Jivika, para umat akan menuang air sebagai telah melakukan perbuatan dana; tetapi Sang Buddha menutup mangkoknya dengan tangan dan berkata bahwa masih ada bhikkhu yang ada di vihara. Semuanya mengatakan bahwa tidak ada bhikkhu yang
tertinggal. Sang Buddha menjawab bahwa masih ada satu orang bhikkhu yang ertinggal dan memerintahkan untuk menjemput Culapanthaka di vihara.

Ketika pembawa pesan dari rumah jivika tiba di vihara, dia menemukan tidak hanya satu orang, tetapu ada seribu orang bhikkhu yang serupa. Mereka semua diciptakan oleh Culapanthaka, yang sekarang telah memiliki kemampuan bathin. Utusan tersebut kagun dan dia pulang kembali dan melaporkan hal ini kepada jivika.

Utusan itu kembali ke vihara untuk kedua kalinya dan dipertintahkan untuk mengatakan bahwa Sang Buddha mengundang bhikkhu yang bernama Culapanthaka. Tetapi ketika dia menyampaikan pesan tersebut, seribu suara menjawab, “saya adalah culapanthaka” dengan binggung, dia kembali ke rumah jivika untuk kedua kalinya.

Untuk ketigakalinya dia disuruh kembali ke vihara. Kali ini, dia diperintahkan untuk menarik bhikkhu yang dilihatnya pertama kali mengatakan bahwa dia adalah Culapanthaka. Dengan cepat dia memegangnya dan semua bhikkhu yang lain menghilang, dan Culapanthaka menemani utusan tersebut ke rumah Jivika.

Setelah makan siang, seperti yang diperintahkan oleh Sang Buddha, Culapanthaka
menyampaikan kotbah dhamma, kotbah tentang keyakinan dan keberanian, mengaum
bagaikan rauangan seekor singa muda. Ketika masalah Culapanthaka dibicarakan di antara para bhikkhu, Sang Buddha berkata bhwa seseorang yang rajin dan tetap pada
perjuangannya akan mencapai tingkat kesucian arahat.

“Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, hendaklah
orang bijaksana membuat pulau bari dirinya sendiri yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir “. (Dhammapada 25)

Sunday, August 7, 2011

TUJUH MIMPI ANANDA

"Wajahnya bagaikan bulan purnama,
Matanya jernih seindah bunga teratai,
demikianlah ajaran Sang Buddha
bagaikan aliran gelombang samudra
yang mengalir ke dalam hati sanubari Ananda."

Puisi ini mengambarkan kwalitas istimewa yang dimiliki oleh Ananda seorang murid termuda dan ternama Sang Buddha.

Ananda adalah adik dari Devadatta dan beliau adalah murid termuda dari tujuh pangeran Sakya, pengikut Sang Buddha.

Setelah ditabiskan menjadi bhikkhu, Ananda mengajukan usul pembentukan bhikkhuni sangha.

Ketika itu Ananda baru berusia 20-an, Sang Buddha telah berusia 53, dan karena usia yang masih muda ini maka Sariputra bersama Mogallana mengusulkan agar Ananda menjadi pendamping Sang Buddha.

Sejak itu Ananda menjadi pendamping yang setia Sang Buddha dan selalu berada di sisinya kemanapun Sang Buddha pergi.

Ananda belum juga mencapai kesempurnaan ketika Sang Buddha parinibanna, dan sesaat sebelum perkumpulan sangha yg pertama terbentuk.

Karena karakter yang istimewa, daya tarik, kerendahan hati dan penampilan yang menyenangkan, maka ia sangat dihargai dan disenangi oleh orang banyak. Banyak orang yg tadinya tidak begitu tertarik dengan ajaran Buddha, tetapi ketika bertemu dan berbincang dengan Ananda, mereka merasa simpatik dan tertarik.

MIMPI ANANDA

Banyak sekali cerita2 mengenai Ananda tapi kali ini saya ingin mengambil salah satu kisah yang terjadi pada Ananda.

Suatu hari Ananda berkata kepada Sang Buddha bahwa ia mempunyai 7 buah mimpi. Lalu Buddha bertanya, "Apakah ke 7 mimpi itu, Ananda?"

Ananda menjawab:

"Dalam mimpi pertama, saya bermimpi bahwa sepanjang lautan samudra terbakar; Apinya begitu dasyat hingga sampai ke langit, Yang Mulia!"

"Ananda, biasanya seorang yang telah mencapai kesucian tidak akan mengartikan segala macam mimpi-mimpi, namun impianmu itu bukan sesuatu hal yang biasa dan ini benar-benar aneh. Lautan api menandakan bahwa para sangha yang akan datang kebanyakan memiliki prilaku tidak benar, hanya sedikit sekali yang bersifat baik; mereka akan sering bertengkar antara satu dengan yang lainnya, bagaikan air jernih yang terjilat oleh api yang panas."

Lalu Sang Buddha bertanya lagi kepada Ananda," Apakah impianmu yang kedua?"

"Oh! Yang Mulia,
Saya bermimpi bahwa matahari telah tiada, dunia menjadi amat kosong, dan tidak ada bintang di langit."

"Ananda, Ini pertanda bahwa saya tidak lama lagi akan parinibbana, banyak pengikut saya yg akan parinibbana juga, ini menandakan bahwa mata kebijaksanaan lama akan segera pudar."

Lalu "Apakah impianmu yg ketiga?"

"Yang Mulia,
Saya bermimpi bahwa para bhikkhu tidak lagi mengenakan jubah, mereka jatuh ke tanah lalu kepalanya diinjak-injak oleh umatnya sendiri."

"Ananda, ini menandakan bahwa para bhikkhu yang akan datang tidak bertindak sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Mereka mempunyai sifat iri hati antara sesama, tidak menghormati hukum kebenaran, yang pada akhirnya reputasi mereka akan jatuh dan umat awam akan meremehkan Sangha. Para umat akan menghancurkan vihara-vihara berserta persatuan sangha. "

"Apakah impianmu yg ke-empat, Ananda?"

"Yang Mulia,
Saya bermimpi bahwa jubah para bhikkhu compang-camping."


"Ananda, Ini berarti bhikkhu sangha yang akan datang tidak lagi memakai jubah, tidak lagi mengikuti vinaya, seperti umat awam biasa, mereka akan berkeluarga. Oh! Ini sungguh2 sangat menyedihkan!…"

"Teruskanlah apakah impianmu yg kelima?"

"Yang Mulia,
Saya melihat banyak babi-babi di hutan yg sedang menggali akar dari pohon Bodhi."


"Ananda, ini menyatakan bahwa para bhikkhu sangha di masa depan hanya mementingkan uang, mereka akan menjual patung-patung Buddha dan sutra-sutra".

"Kemudian apakah impianmu yg ke-enam, Ananda?."

"Yang Mulia,
Saya melihat seekor gajah besar mengacuhkan dan mengabaikan gajah kecil dan raja hutan – singa mati. Bunga-bunga suci berjatuhan di atas kepala Sang Singa, tetapi binatang-binatang lain malah menjauh karena ketakutan. Tidak lama, tubuh singa itu digerogoti cacing-cacing dan belatung."


"Ananda, gajah besar yang mengabaikan gajah kecil berarti bhikkhu sangha di masa depan adalah ketua yang sombong/congkak, yang tidak mau menuntun yang muda. Cacing dan belatung yang mengerogoti tubuh singa berarti tidak ada satupun agama yang dapat menghancurkan agama Buddha, tetapi umat Buddha sendirilah yg akan menghancurkan ajaranku".

"Apakah impianmu yang terakhir (ketujuh)?"

"Yang Mulia,
Saya bermimpi Gunung Meru berada di kepala saya tetapi saya tidak merasa berat."

"Ananda, Inilah suatu pertanda bahwa saya akan parinibbana dalam waktu tiga bulan, semua para bhikkhu beserta umatnya akan sangat memerlukan bantuanmu untuk menulis semua Sutta-Sutta yang telah Kubabarkan."

Saudara-saudara para pembaca yang budiman,
Bahkan Agama Buddha pun tidak kekal. Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa menjaga agar mimpi-mimpi itu tidak menjadi kepercayaan yang membabi buta. Teruslah berlatih dan melaksanakan Ajaran Sang Buddha dengan penuh kesadaran sehingga kita bisa memperpanjang eksistensinya Agama Buddha ini.

Menjelang Sang Buddha parinibbana, Beliau secara umum memuji Ananda atas kemampuan ingatannya pada semua ajaran Beliau. Para bhikkhu mengutuskan Ananda untuk menghadap Sang Buddha dan mengajukan beberapa pertanyaan:

1. Siapa yang akan menjadi guru kita setelah Sang Buddha parinibbana?
2. Kemana kita harus memusatkan pikiran kita pada saat Buddha parinibbana?
3. Bagaimana sikap dan tindakan kita ketika berhadapan dengan orang yang tidak baik, apabila Buddha telah parinibbana?
4. Bagaimana seharusnya menjelaskan sutta-sutta agar bisa meyakinkan umat-umat, apabila Buddha telah parinibbana?

Jawaban Sang Buddha kepada Ananda, "Perhatikanlah Ananda apa yang akan kukatakan!":
1. Berpedomanlah pada dhamma dan vinaya sebagai gurumu.
2. Pusatkanlah pikiranmu pada empat landasan perhatian (*)
3. Bila bertemu dgn orang yg tidak baik, hormatilah dan perlakukanlah mereka dengan kasih sayang dan jangan terpengaruh oleh perbuatannya.
4. Apabila menjelaskan sutta-sutta, sebaiknya diawali dengan perkataan, `Demikianlah yg telah kudengar…'

Akhirnya Ananda mencapai Penerangan Sempurna satu hari sebelum rapat persamuan Sangha yg pertama. Dalam rapat tersebut Ananda mengawali dengan pembacaan sutta-sutta. Ia diangkat menjadi kepala bhikkhu setelah bhikkhu Mahakassapa menyerahkan tanggung jawabnya kepada beliau.

Pada usia 120 tahun, ia mencapai parinibbana di tepi sungai Gangga yang menghubungkan dua kota, dengan tujuan untuk meredakan dua kota yang sedang bertikai.

Note: * Empat landasan perhatian: perenungan terhadap tubuh ini tidak sempurna, segala sesuatunya tidak kekal, segala sesuatu adalah ilusi, dan tidak ada "diri atau aku"

Thursday, August 4, 2011

The Best of Buddha

Jalan Pencerahan yang Unik

Bukan metafisik ataupun ritualistik.
Bukan skeptik ataupun dogmatik.
Bukan penyiksaan diri ataupun pemanjaan diri.
Bukan pesimisme ataupun optimisme.
Bukan eternalisme ataupun nihilisme.
Bukan mutlak dunia ini ataupun dunia lain.
Ajaran Buddha adalah jalan Pencerahan yang unik.

Mengungguli Segala Sistem Lain

Sebagai ajaran moral, ajaran Buddha mengungguli segala sistem etika, namun moralitas hanyalah awal, bukan sebagai akhir dari ajaran Buddha.

Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah filosofi; dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah filosofi dari segala filosofi.

Dalam satu pengertian, ajaran Buddha bukanlah agama; dalam pengertian yang lain, ajaran Buddha adalah agama dari segala agama.

Melampaui Agama

Jika definisi dari “agama” adalah kepercayaan mutlak dan pemujaan terhadap suatu sosok ilahi, dengan kewajiban untuk menjalankan upacara dan ritual, ajaran Buddha bukanlah suatu agama. Ajaran Buddha melampaui semua definisi umum tentang agama karena ajaran Buddha mendorong kecerdasan kita untuk bertanya dan meyakini adanya potensi tertinggi dari setiap individu.

Upacara dan ritual hanya sekadar perayaan yang membantu mengilhami kita, namun tidak bisa memberi kita Kebijaksanaan dan kebahagiaan sejati.

Universal

Karena perhatian utama Buddha adalah kebahagiaan sejati bagi semua makhluk, ajaran-Nya dapat dipraktikkan dalam masyarakat atau pertapaan, oleh semua ras dan sistem kepercayaan. Ajaran Buddha sama sekali tidak memihak dan benar-benar bersifat universal.

Kebenaran Tidak Memerlukan Nama

Apakah ajaran Buddha itu agama atau filsafat? Ajaran Buddha tetaplah sedemikian rupa apa pun nama yang disematkan padanya. Nama tidaklah penting. Bahkan nama “Buddhisme” yang kita berikan untuk ajaran Buddha bukanlah hal yang penting. Kebenaran tidak memerlukan nama.

Pemurnian Pikiran

Ajaran Buddha tidak hanya menganjurkan untuk menghentikan semua kejahatan dan melakukan semua kebaikan, tetapi juga mengajarkan pemurnian pikiran—yang merupakan akar dari segala kebaikan dan kejahatan, serta sebab dari penderitaan maupun kebahagiaan sejati. Dewasa ini kita banyak mendengar tentang cara melatih kekuatan pikiran, ajaran Buddha adalah sistem pelatihan pikiran yang paling lengkap dan efektif yang ada di dunia ini.

Kebebasan Berpikir

Dari sisi intelektual dan filsafat ajaran Buddha, tumbuhlah kebebasan berpikir dan bertanya yang tidak ada bandingannya dengan agama atau filsafat besar dunia lainnya. Walaupun Buddha mendorong kita untuk mempertimbangkan ajaran-Nya, namun tidak ada kewajiban atau paksaan apa pun untuk percaya atau menerima ajaran Buddha.

Tidak Ada Perintah

Buddha begitu penuh toleransi, bahwasanya Ia tidak mengerahkan kekuatan untuk memberikan perintah kepada para pengikut-Nya. Sebagai pengganti penggunaan perintah, Ia berkata: “Sebaiknya kamu melakukan ini. Sebaiknya kamu tidak melakukan ini.” Ia tidak memerintah, tapi menasihati.

Kebebasan Bertanya

Ajaran Buddha dipenuhi dengan semangat kebebasan bertanya dan toleransi menyeluruh. Ajaran Buddha adalah ajaran tentang keterbukaan pikiran dan hati yang simpatik, yang menerangi dan menghangatkan segenap semesta dengan sinar ganda Kebijaksanaan dan Welas Asih, memancarkan sinar keramahan pada setiap makhluk dalam perjuangan mengarungi samudera kelahiran dan kematian.

Tidak Ada Rahasia

Menurut Buddha, kebenaran adalah sesuatu yang terbuka bebas untuk ditemukan oleh semua makhluk. Jika kita mempelajari kehidupan dan ajaran Buddha, kita bisa melihat bahwa segala sesuatu terbuka untuk setiap orang. Memang ada ajaran tingkat lanjut tertentu yang memerlukan bimbingan khusus dari para guru yang berpengalaman, namun tidak ada rahasia dalam ajaran Buddha.

Pendidikan Kebenaran

Buddha adalah guru kebenaran terbesar. Ajaran Buddha adalah pendidikan yang sempurna tentang kita dan semesta tempat kita tinggal. Ajaran Buddha adalah ajaran yang melampaui pengetahuan duniawi, mengenai Kebijaksanaan tertinggi menuju perwujudan kebahagiaan sejati.

Menarik untuk dicatat bahwa salah satu universitas pertama di dunia adalah Universitas Buddhis Nalanda di India, yang berkembang pada abad ke-2 sampai ke-9. Universitas ini dibuka untuk pelajar dari seluruh penjuru dunia dan merupakan sekolah dari berbagai pelajar Buddhis terkemuka.

Kebenaran Akan Selalu Menang

Buddha dengan terbuka mengundang pengikut-Nya dan penganut kepercayaan lain untuk menguji ajaran-Nya dari setiap sudut sampai tidak ada ruang keragu-raguan lagi. Buddha tahu bahwa jika seseorang benar-benar yakin bahwa ia mengetahui kebenaran, seharusnya ia tidak takut untuk diuji, karena kebenaran akan selalu menang. Jawaban Buddha terhadap berbagai pertanyaan telah memperkaya ajaran Buddha menjadi bidang keagamaan yang luas.

Mengandalkan Diri Sendiri

Ketika Buddha bermeditasi untuk mencapai Pencerahan, tidak ada dewa yang datang untuk menyingkap rahasia kekuatan spiritual apa pun. Ia berkata, “Saya tidak pernah memiliki guru atau makhluk apa pun yang mengajarkan cara mencapai Pencerahan. Saya mencapai Kebijaksanaan tertinggi dengan usaha, kekuatan, pengetahuan, dan kemurnian sendiri.” Demikian pula, kita dapat mencapai tujuan tertinggi ini melalui usaha yang sungguh-sungguh dalam memperbaiki diri sendiri.

Berdasarkan Pengalaman dan Nalar

Ajaran Buddha adalah satu-satunya ajaran yang dibabarkan bagi umat manusia melalui pengalaman, pencapaian, Kebijaksanaan, dan Pencerahan dari pendirinya. Ajaran ini berakar dari pengalaman, bukan kepercayaan yang membuta. Masalah manusia harus dipahami melalui pengalaman manusia dan diatasi dengan pengembangan nilai-nilai manusia yang luhur. Manusia harus menemukan pemecahan melalui pemurnian dan pengembangan pikiran manusia, bukan melalui pihak-pihak luar.

Jadilah Pelita Bagi Dirimu Sendiri

Buddha tidak pernah memperkenalkan diri-Nya sebagai juru selamat gaib. Ia tidak mengajarkan adanya juru selamat semacam itu. Tak seorang pun yang dapat menyelamatkan kita selain diri kita sendiri. Para Buddha dengan jelas menunjukkan jalannya, namun kita sendirilah yang harus menjalaninya. Ia berkata, “Jadilah pelita bagi dirimu sendiri; andalkanlah dirimu sendiri; jangan mengandalkan pertolongan lain dari luar. Genggamlah erat kebenaran bagaikan sebuah pelita!”

Teladan Sempurna

Buddha adalah perwujudan segala kebajikan yang diajarkan-Nya. Ia mewujudkan seluruh ucapan-Nya dalam tindakan. Tanpa kenal lelah Ia membabarkan kebenaran dan menjadi teladan yang sempurna. Tak pernah Ia menampakkan kelemahan atau nafsu dasar manusia. Kualitas Moralitas, Kebijaksanaan, dan Welas Asih-Nya adalah yang paling sempurna sepanjang sejarah pengetahuan dunia.

Kita Juga Bisa Menjadi Sempurna

Buddha mewakili puncak tertinggi dari pengembangan spiritual yang mungkin dicapai. Ia mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai kesempurnaan sejati. Tidak ada pendiri agama mana pun yang pernah berkata bahwa para pengikutnya juga mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pengalaman yang sama akan kedamaian, kebahagiaan, dan keselamatan seperti dirinya. Tetapi Buddha mengajarkan bahwa setiap orang bisa mencapai kebahagiaan Pencerahan tertinggi yang serupa jika telah mempraktikkan apa yang Ia jalani.

Umat Buddha Bukanlah Budak

Umat Buddha bukanlah budak atau hamba sebuah buku atau siapa pun. Ia juga tidak mengorbankan kebebasan berpikirnya dengan menjadi seorang pengikut Buddha. Ia dapat melatih kehendak bebasnya sendiri dan mengembangkan pengetahuannya bahkan sampai tahap pencapaian ke-Buddha-an oleh dirinya sendiri karena pada dasarnya semua orang berpotensi menjadi Buddha.

Tidak Ada Ketakutan

Buddha adalah tokoh sejarah utama yang mempromosikan bangkitnya keyakinan rasional melawan takhayul keagamaan. Ia membebaskan manusia dari cengkeraman para imam, dan juga yang pertama kali menunjukkan jalan untuk bebas dari kemunafikan dan penindasan keagamaan.

Ajaran Buddha adalah ajaran yang menggunakan nalar dan tidak memakai unsur ketakutan untuk mendesak orang lain dalam segala cara supaya percaya. Ajaran Buddha mengajarkan kita untuk menjadi baik bukan karena takut akan ancaman api neraka atau karena imbalan kerajaan surga.

Tidak Ada Kepercayaan Membuta

Buddha tidak menjanjikan kebahagiaan surgawi, imbalan, atau keselamatan bagi orang yang percaya kepada-Nya. Bagi-Nya, agama bukanlah suatu tawar-menawar tapi suatu jalan hidup mulia untuk mencapai Pencerahan dan keselamatan untuk diri sendiri dan orang lain. Buddha tidak menginginkan pengikut-Nya untuk percaya kepada-Nya secara membuta. Ia menginginkan kita untuk berpikir dan paham oleh diri kita sendiri. Oleh karenanya ajaran Buddha disebut agama analisis.

Jangan Percaya Begitu Saja

Jangan percaya begitu saja akan apa yang engkau dengar;

Jangan percaya begitu saja akan tradisi, desas-desus, atau banyaknya omongan;

Jangan percaya begitu saja hanya karena hal itu tertulis di dalam kitab agamamu;

Jangan percaya begitu saja pada kewenangan guru-gurumu;

Namun melalui pengamatan dan analisis, jika engkau temukan bahwa suatu hal sesuai dengan nalar dan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi diri sendiri dan semua, maka terimalah dan hiduplah sesuai dengan hal tersebut.

Ilmiah

Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena metode dan ajaran Buddha bersifat ilmiah. Asas-asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apa pun tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai oleh para cendekiawan, ilmuwan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir bebas, sepanjang masa.

Matang Secara Intelektual dan Spiritual

Buddha berkata, “Dharma yang Kuajarkan hanya dapat dipahami oleh orang yang mampu berpikir.” Hanya mereka yang memiliki kecerdasan untuk menggunakan pikiran dengan jelas dan yang matang secara spiritual, tahu bagaimana menghargai Dharma ini sebagai Hukum Universal.

Agama Masa Depan

Albert Einstein, ilmuwan paling terkemuka pada abad ke-20:

“Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini… Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah ajaran Buddha.”

Filsafat Tertinggi

Bertrand Russell, pemenang Hadiah Nobel dan filsuf paling terkemuka pada abad ke-20:
“Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai ajaran Buddha… Ajaran Buddha menganut metode ilmiah dan menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik. Ajaran Buddha membahas sampai di luar jangkauan ilmu pengetahuan karena keterbatasan peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan pikiran.

Psikologi Tertinggi

Dr. C.G. Jung, pelopor psikologi modern menyatakan penghargaannya:

“Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya yakin bahwa ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia. Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan lainnya… Tugas saya adalah menangani penderitaan batin, dan inilah yang mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian.”

Welas Asih Universal

Karena Welas Asih Buddha bersifat universal, Ia memandang semua makhluk besar dan kecil, dari serangga sampai hewan besar, tampak maupun tak tampak, adalah sederajat. Masing-masing mempunyai hak yang sama untuk berbahagia seperti halnya manusia.

Anti-kekerasan

Tidak ada yang dinamakan “perang suci” dalam ajaran Buddha. Buddha mengajarkan, “Yang menang menuai kebencian dan yang kalah hidup sengsara. Barang siapa yang tidak mencari menang dan kalah akan berbahagia dan damai.” Buddha tidak hanya mengajarkan anti-kekerasan dan perdamaian, Ia mungkin satu-satunya guru yang pergi ke medan pertempuran untuk mencegah pecahnya perang.

Tidak Ada Pengorbanan

Buddha tidak menyetujui pengorbanan hewan karena Ia memandangnya sebagai hal yang kejam dan tidak adil bagi siapa pun untuk merusak kehidupan makhluk lain demi keuntungan diri sendiri.

Penyetaraan Derajat

Buddha mengecam sistem kasta. Menurut-Nya, satu-satunya penggolongan umat manusia adalah berdasarkan kualitas perilaku moralnya. Buddha berkata, “Pergilah ke seluruh negeri dan babarkan ajaran ini. Katakan kepada mereka bahwa yang miskin dan yang hina, yang kaya dan yang mulia, semua adalah satu, dan bahwa semua kasta dipersatukan di dalam ajaran ini seperti sungai bermuara di lautan”.

Persamaan Hak Pria dan Wanita

Buddha, yang memandang bahwa kedua jenis kelamin memiliki hak yang seimbang, adalah guru agama pertama yang memberikan kebebasan penuh bagi wanita untuk turut serta dalam kehidupan beragama. Sikap-Nya yang memperbolehkan wanita untuk memasuki Sangha (menjadi biarawati) merupakan hal yang sangat radikal pada zaman itu.

Sistem Parlementer Pertama

Buddha adalah pemimpin pertama yang mendorong semangat musyawarah dan proses demokrasi. Dalam komunitas Sangha, setiap anggota memiliki hak individu untuk memutuskan hal-hal yang umum. Ketika permasalahan serius muncul, pokok persoalan diajukan dan dibahas dengan cara yang serupa dengan sistem parlementer demokrasi saat ini.

Tanpa Penyalahgunaan Politik

Buddha berasal dari kasta kesatria dan bergaul dengan para raja, pangeran, dan menteri. Tapi Ia tidak pernah menggunakan pengaruh kekuasaan politik untuk mengenalkan ajaran-Nya. Ia juga tidak memperbolehkan ajaran-Nya disalahgunakan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Ia mendorong para raja untuk menjadi teguh dari segi moral, mengajarkan bahwa negara tidak semestinya diperintah dengan ketamakan tapi dengan Welas Asih dan tenggang rasa bagi warganya.

Peduli Akan Kesejahteraan Ekonomi

Buddha juga peduli terhadap kesejahteraan material para umat awam karena kemapanan ekonomi sampai tingkat tertentu bisa menunjang pengembangan spiritual para umat. Ia tidak menghalangi mereka untuk mencari kebahagiaan duniawi, namun Ia menekankan bahwa dalam pencarian tujuan duniawi, para umat sebaiknya berhati-hati agar tidak melanggar aturan dasar moralitas.

Tidak Ada Penghukuman Abadi

Tidak ada konsep dosa yang tak terampuni dalam ajaran Buddha; tidak ada penghukuman abadi karena neraka pun tidaklah kekal. Buddha berkata bahwa semua perbuatan adalah baik atau buruk disebabkan ada atau tidaknya Kebijaksanaan. Selalu ada harapan sepanjang seseorang menyadari kesalahannya dan berubah untuk menjadi lebih baik.

Agama yang Layak

Buddha mengajarkan bahwa jika agama apa pun mengandung Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan, agama itu bisa dianggap sebagai agama yang layak. Hal ini karena agama yang benar-benar bermanfaat harus menuju pada pengakhiran total penderitaan (seperti dalam Empat Kebenaran Mulia), menunjukkan dengan jelas jalan yang rasional menuju kebahagiaan sejati (seperti dalam Jalan Mulia Beruas Delapan).

Ajaran yang Ceria

Sebagian orang berpikir bahwa ajaran Buddha adalah suatu agama yang suram dan murung. Tidaklah demikian, ajaran Buddha akan membuat para penganutnya menjadi cerah dan ceria. Apabila kita membaca kisah-kisah kelahiran Bodhisatta (bakal Buddha), kita belajar bagaimana Ia mengembangkan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk tetap ceria meskipun sedang berada di tengah kesulitan besar dan merasa bergembira terhadap kesejahteraan orang lain.

Tidak Ada Fanatisme

Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan mencari kekuasaan, keuntungan, atau bahkan bujukan untuk pindah agama? Buddha hanya menunjukkan jalan keselamatan, selanjutnya terserah setiap orang untuk memutuskan akan mengikutinya atau tidak.

Tak Setetes Darah Pun

Semangat toleransi dan pengertian adalah salah satu prinsip yang paling mengagumkan dari budaya Buddhis. Tak setetes darah pun dicucurkan demi penyebarluasan ajaran Buddha sepanjang sejarah 2.500 tahun.

Misionari Pertama

Ajaran Buddha adalah agama misionari pertama dalam sejarah dengan pesan universal bagi keselamatan segenap umat manusia.

Tidak Mengubah Agama Orang

Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga tidak menggunakan berbagai rayuan, tipuan, atau bujukan untuk memenangkan pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama orang.

Toleransi Luar Biasa

Teladan luar biasa dari toleransi umat Buddha ditunjukkan oleh Kaisar Asoka. Salah satu dekritnya terukir di batu karang, yang masih ada sampai hari ini di India:

“Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus merugikan agama lain.”

Semangat Misionari

Perang suci dan diskriminasi agama tidak pernah mencemari sejarah umat Buddha. Misionari Buddhis tidak berhasrat untuk mengubah orang yang sudah menganut agama yang layak. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sejauh agama tersebut membantu orang untuk menjalani kehidupan religius dan menikmati kedamaian, keharmonisan, dan pengertian yang benar. Namun demikian, Buddha juga menganjurkan kita untuk membagi kebenaran dengan orang yang berminat dengannya.

Demi Kebahagiaan Semua

Sabda Buddha kepada murid-murid-Nya untuk menyebarluaskan Dharma: “Pergilah kalian, O Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar Welas Asih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dharma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dalam semangat maupun dalam ungkapan. Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya.”

Tetap Hormat

Suatu ketika, seorang pengikut agama lain menjadi yakin bahwa pandangan Buddha adalah benar dan pandangan gurunya adalah keliru, dia memohon kepada Buddha untuk menerimanya sebagai murid-Nya. Namun Buddha memintanya untuk mempertimbangkannya kembali dan tidak tergesa-gesa. Ketika orang tersebut mengungkapkan hasratnya kembali, Buddha memenuhi permintaannya dengan syarat dia meneruskan dukungan dan rasa hormatnya kepada gurunya yang dulu.

Mukjizat Terbesar

Bagi Buddha, mukjizat hanyalah perwujudan fenomena yang tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Mukjizat tidak dipandang sebagai ungkapan Pencerahan atau Kebijaksanaan. Walaupun Buddha sepenuhnya menguasai kemampuan batin, Ia tidak pernah menggunakan kekuatan-Nya untuk mendapatkan pengikut melalui kepercayaan membuta dan ketergantungan akan mukjizat. Ia mengajarkan bahwa mukjizat terbesar adalah perubahan orang yang gelap batin menjadi orang yang bijaksana.

Kebahagiaan Dalam Kehidupan Ini Juga

Ajaran Buddha bukanlah semata-mata agama kehidupan lain atau mendatang. Sekalipun menjalankan ajaran Buddha dalam kehidupan saat ini mendatangkan hasil positif yang berkelanjutan sampai kehidupan mendatang, kebanyakan buah dari hal-hal yang kita praktikkan bisa dilihat dalam kehidupan ini juga.

Jalan Tengah

Ajaran Buddha juga dikenal sebagai “Jalan Tengah” karena menghindari dua ekstrem. Ekstrem pertama adalah pencarian kebahagiaan melalui kenikmatan indrawi, yang bersifat rendah, umum, tidak bermanfaat, dan cara orang biasa; ekstrem yang lain adalah pencarian kebahagiaan melalui penyiksaan diri dalam berbagai bentuk pertapaan, yang menyakitkan, sia-sia, dan tidak bermanfaat.

Welas Asih dan Kebijaksanaan

Agama sering memandang rasio dan Kebijaksanaan laksana musuh dari emosi seperti kasih atau iman. Sebaliknya ilmu pengetahuan sering memandang emosi laksana musuh dari rasio dan objektivitas. Dan, tentu saja, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, agama mengalami kemerosotan. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa untuk menjadi pribadi yang betul-betul seimbang dan lengkap, kita harus mengembangkan baik Kebijaksanaan maupun Welas Asih. Dan karena tidak melulu dogmatis, namun didasarkan pengalaman, ajaran Buddha tidak pernah gentar menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan.

Ehipassiko: Datang dan Lihatlah Sendiri

Kebebasan berpikir itu sungguh penting. Ajaran Buddha dijalankan secara ehipassiko, yang artinya mengundang Anda untuk datang dan melihat sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja. Buddha menasihatkan kita untuk tidak mempercayai apa pun secara membuta.

Dana tertinggi

Cerita ini terjadi pada jaman Sang Buddha dimana pada saat itu guru Sakyamuni Buddha mengunjungi suatu tempat untuk membabarkan Dharma ajarannya. Sudah menjadi kebutuhan diwaktu malam diperlukan lampu dengan bahan minyak karena waktu itu belum ada listrik. Orang membuat lampu dari wadah logam atau keramik bahkan kaca / kristal. Semua orang ingin mendengarkan pembabaran Dharma dari Sang Buddha. Dimana yang hadir merupakan orang-orang yang kaya dengan mempersembahkan lampu pelita yang wadahnya terbuat dari bahan logam mulia/emas – perak/kristal untuk menerangi ruangan tempat guru Sakyamuni Buddha membabarkan ajarannya.

Diantara sekian orang kaya, terdapat seorang janda tua yang sudah lanjut usia sangat miskin berbadan bungkuk yang juga ingin mendengarkan Dharma Sang Buddha, tapi malang sekali dia tidak memiliki uang ataupun barang berharga, yang ada hanya rambut panjangnya yang sudah memutih, menjadi milik satu satunya yang paling berharga, akhirnya dia mengambil keputusan memotong rambutnya, dengan harapan potongan rambutnya itu dapat ditukarkan dengan secangking minyak. Dengan susah panyah kesana kemari akhirnya dia berhasil mendapatkan sedikit minyak yang kemudian dia tempatkan didalam tempurung kelapa, barang yang masih dimilikinya. Lampu pelita yang sederhana dinyalakan kemudian dipersembahkan kepada Sang Buddha sebagai rasa hormat kepada sang guru dunia. Ditengah ratusan manusia yang melakukan penghormatan kepada sang Buddha dan mendengarkan Dharma, tiba-tiba para Dewa (Dewa Sakkha) mendatangkan angina ribut yang mengakibatkan suasana menjadi hiruk pikuk. Keajaiban pun terjadi ! semua lampu pelita yang di persembahkan kepada Sang Buddha padam, kecuali satu pelita yang masih menerangi ruangan Dharma, yaitu pelita dari tempurung kelapa yang dipersembahkan si Janda tua, meskipun nyalanya kecil tetapi tenang bahkan tidak berkedip oleh terpaan angin rebut itu.

Dengan keagungannya itu Sang Budddha mengatakan “Ketauhuilah wahai kalian semua, satu lampu yang tetap menyala ini adalah persembahan yang di sertai pengorbanan dan ketulusan hati dari seorang yang saat ini duduk di bagian paling belakang. Karena dia merasa dirinya tidak pantas untuk duduk di barisan depan sejajar dengan kalian karena merasa persembahannya sangat sederhana dan tak ternilai sama sekali “. Ratusan mata dengan serempak memandang seorang nenek tua dengan rambut terpotong pendek lalu Sang Buddha melanjutkan “Rambutnya telah di potong hingga hampir habis dan potongannya telah di tukarkan dengan sedikit minyak, yang ia nyalakan di lampu pelita yang kalian lihat terang ini”. Persembahan dengan hati tulus dan ikhlas Sang Ibu janda tua ini, merupakan tauladan Bhakti Pelita. Persembahan yang betapa kecil dan sederhanapun asalkan di lakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas pasti akan membuahkan karma yang baik dan mendatangkan kebahagiaan di masa datang.

Wednesday, August 3, 2011

11 Buddha Rupang Yang paling terkenal di Dunia

1. Leshan Giant Buddha

Patung Buddha raksasa Leshan adalah sebuah maha karya umat manusia. Patung Buddha dipahatkan di sebuah lembah yang langsung menghadap ke laut di Sichuan, bagian barat Cina. Mulai dibuat selama Dinasti Tang tahun 713, patung ini baru selesai tahun 803 (90 tahun) dan melibatkan usaha dari ribuan seniman dan pemahat. Sebagai salah satu patung terbesar di dunia, patung ini juga disebut-sebut dalam puisi, lagu dan cerita.

2. Temple of the Emerald Buddha

Vihara terkenal lain di Bangkok adalah Wat Phra Kaew, Vihara Buddha Zamrud. Di dalam vihara ini terdapat patung Buddha Zamrud, salah satu patung Buddha tertua dan paling terkenal di dunia.
Menurut legenda, patung ini dibuat di India sekitar 43 SM di kota Pataliputra dan berada disana selama 300 tahun. Pada abad ke-4 M, patung ini dibawa ke Sri Lanka oleh para biksu buddhis untuk menyelamatkannya dari peperangan yang terjadi. Kemudian patung ini dibawa ke Thailand dan dipindahkan ke Wat Phra Kaew di tahun 1779.

3. Great Buddha of Kamakura

Buddha Agung Kamakura atau dalam bahasa Jepang biasa disebut Daibutsu Kamakura merupakan sebuah patung perunggu monumental dari Amida Buddha (Buddha Amitabha) di kota Kamakura, Jepang. Patung ini berdiri dengan damai di atas tanah Kotokuin yang merupakan sebuah kuil buddhis aliran Tanah Suci, dan patung Buddha ini menjadi salah satu ikon penting dalam pariwisata dan kehidupan sosial masyarakat Jepang.

Patung setinggi 13,35 meter dan berat 93 ton ini menjadi patung Buddha monumental terbesar kedua di Jepang (yakni setelah patung Buddha di Todaiji, Nara) dan bagi banyak orang, merupakan patung yang paling impresif.

Patung ini dibuat pada tahun 1252 di Kamakura dan pada mulanya berada di dalam kuil, sepertihalnya patung Buddha di Nara. Tetapi karena sebuah tsunami besar yang menghanyutkan semua bangunan dari kayu pada akhir abad ke-15, patung ini tetap dibiarkan berada di alam terbuka.

Patung Buddha Agung ini duduk dengan posisi teratai dan dengan tangan membentuk Dhyani Mudra, pola yang melambangkan konsentrasi/meditasi. Dengan sebuah ekspresi yang damai dan sebuah pemandangan bukit di belakangnya, Daibutsu jelas menawarkan sebuah pemandangan yang spektakular.

Daibutsu sendiri adalah Amida Buddha, yang merupakan fokus dalam ajaran Buddhisme Tanah Suci. Berasal dari Cina, aliran ini memperoleh banyak pengikut di Jepang sejak abad 12 Masehi dan masih sangat popular hingga saat ini. Inti ajarannya adalah seputar rasa bhakti terhadap Amida Buddha, mengekspresikannya melalui mantra-mantra dan dengan setulus hati, seseorang akan pergi menuju Tanah Suci atau “Surga Barat” setelah kematian – sebuah keadaan yang mana akan mempermudah pencapaian Nirvana.

4. Temple of the Reclining Buddha

Terletak di Bangkok, Wat Pho terkenal dengan patung Buddha berbaringnya yang besar. Vihara ini merupakan salah satu vihara terbesar dan tertua di Bangkok, dibangun sekitar 200 tahun setelah Bangkok menjadi ibukota Thailand.

5. Ushiku Daibutsu

Ushiku Daibutsu terletak di kota Ushiku, Jepang. Selesai tahun 1995, patung ini merupakan salah satu patung tertinggi di dunia, bediri setinggi 120 meter termasuk 10 meter pondasi dan 10 meter platform berbentuk teratai.

6. Gal Viharaya




Terletak di Sri Lanka, Polonnaruwa merupakan situs salah satu patung Buddha yang paling terkenal di dunia – Gal Viharaya. Vihara batu ini dibuat oleh Parakramabahu Agung di abad 12 Masehi. Di tengah-tengah vihara terdapat 4 patung Buddha berukuran besar. Di antara ke-4 patung Buddha ini adalah sebuah patung Buddha berbaring sepanjang 14 meter dan sebuah patung Buddha berdiri setinggi 7 meter.

7. Ayutthaya Buddha Head

Kota Ayutthaya di Thailand memiliki salah satu patung Buddha yang tidak biasa di dunia. Di antara reruntuhan Wat Mahathat (Vihara Relik Agung) terdapat sebuah patung yang seluruh badannya telah lenyap oleh waktu dan hanya tersisa kepalanya saja di antara belitan pepohonan. Ini adalah salah satu patung yang sangat indah tercipta oleh berlalunya waktu.

8. Monywa Buddha

Monywa adalah sebuah kota di tengah Myanmar yang terletak di pinggiran Sungai Chindwin. Disini anda dapat melihat Monywa Buddha – patung Buddha berbaring terbesar di dunia. Patung ini memiliki total panjang 90 meter. Kepala patung ini memiliki tinggi 60 kaki. Patung Buddha Monywa ini dibuat tahun 1991 dan berlubang didalamnya, sehingga pengunjung bisa masuk ke dalam.

Terdapat pula sebuah patung Buddha berdiri yang dibangun di atas Bukit Po Kaung. Dengan tinggi 132 meter, patung ini menjadi salah satu patung Buddha tertinggi di dunia.

9. Tian Tan Buddha Statue

Buddha Tian Tan terletak di Pulau Lantau, Hong Kong. Terbuat dari perunggu dan selesai tahun 1993. Patung ini merupakan daya tarik utama dari Vihara Po Lin, yang mensimbolkan harmonisasi antara manusia, alam, masyarakat dan agama. Patung ini dinamakan Tian Tan karena bagian bawahnya merupakan replika dari Kuil Tian Tan (Kuil Surga) di Beijing. Patung dengan sikap duduk ini memiliki tinggi 34 meter dan mengambil postur yang melambangkan ketenangan.

10. Hussain Sagar Buddha Statue

Patung Buddha ini terletak di tengah-tengah sebuah danau buatan di kota Hyderabad, India. Patung ini berdiri setinggi 17 meter dan seberat 320 ton. Ini merupakan patung monolitik terbesar di India, yang dipahat oleh para seniman hanya dari sebongkah batu besar. Tragisnya, pada saat pemasangan patung Buddha pada tahun 1992, patung ini jatuh ke dalam danau dan menyebabkan kematian 8 orang pekerja. Pemerintah kemudian memperbaiki patung dan sekarang menjadi salah satu daya tarik wisatawan di kota Hyderabad.

11. Borobudur Buddha Statues

Patung-patung Buddha di Borobudur adalah maha karya dari para seniman kuno Indonesia. Semua patung Buddha disini berada dalam posisi duduk tetapi dengan sikap tangan (mudra) yang berbeda. Dari awalnya terdapat 504 patung Buddha, 300 diantaranya rusak dan 43 hilang (sejak penemuan kembali candi ini, banyak kolektor gelap yang mencuri kepala patung Buddha).

BUDDHA MENJAWAB PERTANYAAN DEWA


Demikian apa yang telah Aku (Y.M. Ananda Thera) dengar, ketika Bhagawa menetap di Sawatthi di hutan Jeta, Taman milik Ananthapindhika. Begitu menjelang pagi Dewa berkunjung dengan raut wajah ceria dan sumringah, lalu menghampiri dan bersujud menghormat Bhagawa, sambil bercerita dengan penuh pertanyaan sbb:

Pertanyaan Dewa: “Pedang apakah yang paling tajam? Racun apakah yang sangat menjijikan? Api apakah yang berkobar? Kegelapan apakah yang sangat kelam?”.

Jawaban Buddha: “Ucapan yang sangat kasar adalah pedang yang sangat tajam. Keserakahan dan nafsu keinginan adalah racun yang sangat menjijikan. Kebencian adalah Api yang berkobar-kobar. Kebodohan adalah Kegelapan yang sangat kelam”.

Pertanyaan Dewa: “Bagaimanakah yang disebut Manusia yang menerima manfaat? Bagaimanakah yang disebut Manusia yang kehilangan manfaat? Cinta apakah yang sangat kuat? Senjata apakah yang sangat tajam?”.

Buddha menjawab: “ Siapapun yang memberi, sebenarnya dialah yang menerima manfaat (buah karma baiknya). Sebaliknya siapapun yang menerima dialah sebenarnya yang kehilangan manfaat (karma baiknya habis). Kesabaran adalah Cinta yang sangat kuat. Kebijaksanaan adalah senjata yang sangat tajam”.

Pertanyaan Dewa: “Apakah yang disebut Perampok? Apakah harta dari Kebijaksanaan? Siapakah yang punya kekuatan untuk merampok baik di surga atau di dunia ini?

Buddha menjawab: “ Pikiran yang salah adalah Perampok yang sangat lihai. Sila atau Moralitas adalah harta Kebijaksanaan. Orang yang suka melanggar Sila adalah yang punya kemampuan sebagai Perampok ulung baik di dunia maupun di surga”.

Pertanyaan Dewa: “Siapakah yang paling berbahagia? Siapakah yang paling kaya dan dihormati? Siapakah yang patut dihormati? Siapak yang paling buruk?”.

Buddha menjawab: “Orang yang sedikit keinginan adalah yang paling bahagia. Orang yang merasa puas adalah yang paling kaya dan dihormati. Orang yang suka melanggar Sila adalah yang sangat buruk”.

Pertanyaan Dewa: “Siapakah kerabat yang paling baik? Siapak musuh dari pikiran jahat? Apakah penderitaan yang paling berat? Apakah kebahagiaan yang tertinggi?”.

Buddha menjawab: “Jasa kebajikan merupakan kerabat yang terbaik. Metta (cinta-kasih) merupakan musuh dari pikiran jahat. Neraka adalah adalah penderitaan yang paling berat. Tak terlahir kembali di alam manapun adalah kebahagiaan yang tertinggi”.

Pertanyaa Dewa: “Apakah yang tak pantas dan bernafsu keinginan? Apa pantas dan tak bernafsu keinginan? Demam apa yang terhebat? Siapa yang merupakan tabib ahli dan terlatih?”

Buddha menjawab: “Kesenangan dalam kepuasan hawa nafsu adalah tidak pantas dan bernafsu keinginan. Terbebas dari nafsu keinginan adalah pantas dan tak bernafsu keinginan. Kesrakahan adalah Demam yang terhebat. Buddha adalah tabib yang ahli dan terlatih”.

Pertanyaan Dewa: “Apa yang mampu menutupi dunia? Oleh siapakah dunia dibutakan? Apa penyebab seseorang ditinggalkan keluarga dan teman-temanya? Apa yang merintangi orang untuk terlahir di alam surga (Dewa)?”

Buddha menjawab: “Ketidakmengertian mampu menutupi dunia. Kebodohan dan kegelapan batin menyebabkan dunia dibutakan. Kekikiran dan keserakahan adalah penyebab orang ditinggalkannya oleh keluarga dan teman-temannya. Kemelekatan akan kekotoran batin penghalang orang untuk terlahir di alam Dewa”.

Pertanyaan Dewa: “Benda apa yang tidak dapat terbakar oleh api, juga tidak dapat dihancurkan oleh angin, tidak lapuk oleh air, tapi mampu menhan dunia?” Siapakah yang berani menghadapi Raja mapupun Pencuri dan bisa ditangkap oleh manusia dan bukan manusia?”

Buddha menjawab: “Jasa kebajikan tidak dapat terbakar oleh api, juga tidak dapat dihancurkan oleh angin, tidak lapuk oleh air, namun mampu menahan dunia. Jasa kebajikan yang mampu menghadapi Raja dan Pencuri, juga tidak bisa dibawa pergi oleh manusia maupun bukan manusia.”

Pertanyaan Dewa: ”Kami masih punya keraguan, mohon Buddha untuk mengatasinya, dalam dunia ini maupun dunia mendatang, siapakah yang membodohi dirinya sendiri?”

Buddha menjawab: “Orang yang punya harta kekayaan, tapi tidak mau menanam jasa kebajikan, dalam dunia ini maupun dunia mendatang, dialah orang yang paling membodohi dirinya sendiri”.

Setelah mendengarkan Dhammadesana dari Buddha, maka Dewa itu dipenuhi rasa bahagia, hingga merasa kagum dan memujinya, lalu Dewa itupun beranjali dan bersujud menghormat kepada Buddha yang maha tahu, kemudian pergi tanpa bekas.”

Sumber: Dhamma Bagi Pemula oleh Y.M. Phra Rajavaracariya (Bhnate Vin Vijjano)

Sambungan Ramalan Mimpi Sang Buddha

Sambungan dari 16 RAMALAN SANG BUDDHA

Suatu ketika Raja Pasenadi Kosala bermimpi 16 mimpi yang aneh yang membuatnya tidak bisa tidur nyenyak. Ketika para menteri dan brahmana menanyakan apakah semalam raja tidur dengan nyenyak, raja menjawab tidak karena mimpi2 tersebut. Kemudian ia meminta para brahmana untuk menafsikan mimpinya. Para brahmana menjawab bahwa mimpi2 tsb adalah pertanda buruk. Untuk menghilangkan kemalangan dan hal-hal yang tidak diinginkan, para brahmana menganjurkan pengorbanan hewan besar-besar di seluruh kerajaan. Raja Pasenadi pun menyetujuinya.

Ketika Ratu Mallika, istri Raja Pasenadi, yang adalah seorang pengikut Buddha, mengetahui hal ini, ia menganjurkan raja untuk menanyakan perihal mimpi ini kepada Raja dari semua brahmana, yaitu Sang Buddha Gotama. Maka raja pun menemui Sang Buddha dan Buddha pun memberikan makna dari ke-16 mimpi tersebut yang merupakan gambaran atas kejadian-kejadian yang akan terjadi pada masa yang akan datang.

Setelah menjelaskan arti mimpi2 tsb (seperti yang di-post pd thread ini di atas), Buddha mengatakan kpd raja bahwa tidaklah tepat untuk menyuruh para brahmana guna menafsirkan mimpi tsb, karena kenyataannya para brahmana tersebut memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadakan upacara kurban yang sesungguhnya tidak bermanfaat (selain membunuh banyak hewan yang tidak bersalah).

Kemudian Buddha mengisahkan kisah kehidupan lampau-Nya untuk menunjukkan bahwa mimpi2 ini tidak hanya dialami oleh Raja Pasenadi seorang, namun raja-raja zaman dahulu juga mengalami mimpi2 yg sama dan para brahmana zaman tsb jg memanfaatkan kesempatan ini untuk mengadakan upacara kurban. Berikut adalah kisahnya:

Dahulu sekali ada seorang raja yang berkuasa di Benares bernama Brahmadatta. Saat itu Bodhisatta terlahir sebagai anak dari keluarga brahmana. Setelah dewasa, Bodhisatta meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Dalam meditasi ia mencapai berhasil mencapai Abhinna.

Suatu malam Raja Brahmadatta bermimpi 16 mimpi yang luar biasa dan meminta para brahmana untuk mengartikan mimpinya. Para brahmana kemudian menganjurkan raja agar mengadakan upacara kurban untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Namun seorang brahmana muda yang terpelajar dalam Tiga Veda, murid dari kepala brahmana, mengatakan bahwa dalam Veda diajarkan tidak boleh membunuh makhluk hidup, mengapa gurunya menganjurkan upacara kurban. Sang guru menjawab bahwa ini adalah kesempatan untuk mendapatkan uang dari kekayaan raja (karena upacara kurban membutuhkan dana yang besar, biasanya para brahmana yang mengatur upacara tersebut meminta sejumlah uang dari raja).

Sang murid tidak setuju dengan hal ini, maka ia meninggalkan gurunya dan pergi ke taman kerajaan di mana ia berjumpa dengan Bodhisatta. Pertapa Bodhisatta menanyakan apakah raja memerintah dengan baik/adil, sang brahmana muda menjawab ya, tetapi para brahmana telah berusaha mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ia pun menceritakan kejadian di istana dan memohon Bodhisatta agar dapat membatalkan upacara kurban tsb krn akan banyak membunuh makhluk2 tidak bersalah.

Atas anjuran sang pertapa, brahmana muda tsb membawa Raja Brahmadatta ke hadapan sang pertapa. Ketika Raja mengisahkan mimpinya persis seperti mimpi Raja Pasenadi di atas, Bodhisatta mengatakan bhw raja tidak perlu takut karena mimpi2 tsb tidak akan terjadi dalam waktu dekat, tetapi jauh di masa yang akan datang. Bodhisatta pun mengajarkan raja agar tidak membunuh para hewan yang tidak berdosa dan menganjurkan agar raja menjalankan Pancasila Buddhis.

Dalam kisah Jataka ini Raja Brahmadatta tak lain adalah Ananda, brahmana muda adalah Sariputta, dan sang pertapa adalah Buddha sendiri.

Setelah menguraikan kisah ini, Buddha menyuruh Raja Pasenadi membatalkan upacara kurban tsb.