ManGala Sutta (Berkah Utama)

Thursday, August 4, 2011

Dana tertinggi

Cerita ini terjadi pada jaman Sang Buddha dimana pada saat itu guru Sakyamuni Buddha mengunjungi suatu tempat untuk membabarkan Dharma ajarannya. Sudah menjadi kebutuhan diwaktu malam diperlukan lampu dengan bahan minyak karena waktu itu belum ada listrik. Orang membuat lampu dari wadah logam atau keramik bahkan kaca / kristal. Semua orang ingin mendengarkan pembabaran Dharma dari Sang Buddha. Dimana yang hadir merupakan orang-orang yang kaya dengan mempersembahkan lampu pelita yang wadahnya terbuat dari bahan logam mulia/emas – perak/kristal untuk menerangi ruangan tempat guru Sakyamuni Buddha membabarkan ajarannya.

Diantara sekian orang kaya, terdapat seorang janda tua yang sudah lanjut usia sangat miskin berbadan bungkuk yang juga ingin mendengarkan Dharma Sang Buddha, tapi malang sekali dia tidak memiliki uang ataupun barang berharga, yang ada hanya rambut panjangnya yang sudah memutih, menjadi milik satu satunya yang paling berharga, akhirnya dia mengambil keputusan memotong rambutnya, dengan harapan potongan rambutnya itu dapat ditukarkan dengan secangking minyak. Dengan susah panyah kesana kemari akhirnya dia berhasil mendapatkan sedikit minyak yang kemudian dia tempatkan didalam tempurung kelapa, barang yang masih dimilikinya. Lampu pelita yang sederhana dinyalakan kemudian dipersembahkan kepada Sang Buddha sebagai rasa hormat kepada sang guru dunia. Ditengah ratusan manusia yang melakukan penghormatan kepada sang Buddha dan mendengarkan Dharma, tiba-tiba para Dewa (Dewa Sakkha) mendatangkan angina ribut yang mengakibatkan suasana menjadi hiruk pikuk. Keajaiban pun terjadi ! semua lampu pelita yang di persembahkan kepada Sang Buddha padam, kecuali satu pelita yang masih menerangi ruangan Dharma, yaitu pelita dari tempurung kelapa yang dipersembahkan si Janda tua, meskipun nyalanya kecil tetapi tenang bahkan tidak berkedip oleh terpaan angin rebut itu.

Dengan keagungannya itu Sang Budddha mengatakan “Ketauhuilah wahai kalian semua, satu lampu yang tetap menyala ini adalah persembahan yang di sertai pengorbanan dan ketulusan hati dari seorang yang saat ini duduk di bagian paling belakang. Karena dia merasa dirinya tidak pantas untuk duduk di barisan depan sejajar dengan kalian karena merasa persembahannya sangat sederhana dan tak ternilai sama sekali “. Ratusan mata dengan serempak memandang seorang nenek tua dengan rambut terpotong pendek lalu Sang Buddha melanjutkan “Rambutnya telah di potong hingga hampir habis dan potongannya telah di tukarkan dengan sedikit minyak, yang ia nyalakan di lampu pelita yang kalian lihat terang ini”. Persembahan dengan hati tulus dan ikhlas Sang Ibu janda tua ini, merupakan tauladan Bhakti Pelita. Persembahan yang betapa kecil dan sederhanapun asalkan di lakukan dengan hati yang tulus dan ikhlas pasti akan membuahkan karma yang baik dan mendatangkan kebahagiaan di masa datang.

2 comments:

Stupa Media Pembelajaran said...

Namo Buddhaya
saya ikut belajar di blog anda makasih ya

Unknown said...

namo buddhaya..mohon sumber SUTTA dari cerita ini..tmk