ManGala Sutta (Berkah Utama)

Thursday, March 5, 2009

Bagaimana Kita Menjawab Pertanyaan Para Penyebar Injil

Oleh: AL. De. Silva


Sebagai bagian dari usaha mereka untuk mempromosikan iman mereka, para penyebar Injil seringkali menanyakan pertanyaan kepada umat Buddha, yang bertujuan untuk membingungkan atau melemahkan umat Buddha. Kita akan melihat kepada beberapa pertanyaan dan komentar-komentar mereka, dan memberikan jawaban-jawaban Buddhis. (Catatan dari penterjemah: Seringkali tujuan orang-orang Kristen untuk membingungkan dan melemahkan umat Buddha berhasil, karena: 1. Orang Buddhis yang mereka pertanyakan bukanlah orang Buddhis yang sering ke Vihara, atau yang banyak belajar tentang Dhamma. 2. Pertanyaan-pertanyaan yang mereka tanyakan telah mereka persiapkan berikut jawaban dari mereka sendiri yang semua dari pertanyaan itu adalah berdasarkan KONSEP PIKIRAN DAN MENTAL orang-orang Kristen. Sehingga mereka bisa memberikan jawaban, komentar yang bersifat Kristen pula. Itulah yang membuat orang Kristen KELIHATAN mempunyai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang membingungkan umat Buddha itu. Pernah sekali saya diajak berdiskusi, seorang penyebar Injil Kristen yang taat ke kebaktian agamanya dan pintar akan Alkitab mengatakan bahwa Sang Buddha bagi orang Buddha setingkat dengan Yesus dalam Agama Kristen, dan Maria perawan suci oleh orang Kristen, setingkat dan sama halnya dengan Dewi Kwan Im. Ini adalah pertanyaan yang bodoh dan menggelikan. Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang menyesatkan dan membingungkan. Dengan dalih, Buddha tidak bisa menyelamatkan manusia, tetapi Yesus bisa.)



Kamu Tidak Percaya Kepada Tuhan, Sehingga Kamu Tidak Bisa Menjelaskan Asal Mula Dunia Ini.

Memang benar Kristen mempunyai penjelasan tentang bagaimana semuanya bermula. Tetapi apakah penjelasan itu benar? Marilah kita teliti. Alkitab mengatakan bahwa Tuhan menciptakan segalanya dalam enam hari dan pada hari ketujuh, Ia beristirahat. Cerita yang aneh ini tidaklah lebih dari sekedar sebuah dongeng, dan tidak lebih benar daripada dongeng Hindu yang mengatakan para dewa menciptakan semuanya dengan mengocok susu yang sebanyak air di laut, atau kepercayaan kuno bahwa alam semesta ini ditetaskan dari sebutir telur kosmos.

Beberapa bagian dari dongeng penciptaan ini adalah tidak masuk akal. Contohnya, dikatakan pada hari pertama Tuhan menciptakan terang dan gelap tetapi pada hari keempat Dia menciptakan matahari (Kejadian 1:15-16). Bagaimana bisa ada siang dan malam tanpa matahari? Dongeng penciptaan ini juga bertentangan dengan ilmu pengetahuan moderen yang telah membuktikan tentang awal alam semesta, dan bagaimana kehidupan berkembang. Tidak ada bagian di ilmu perbintangan atau biologi di perguruan tinggi manapun di dunia ini yang mengajarkan dongeng penciptaan dengan alasan sederhana, bahwa dongeng tersebut tidak berdasarkan kenyataan. Maka, memang benar Kristen mempunyai penjelasan tentang awal mula sesuatu (seperti halnya kebanyakan agama juga punya penjelasan sendiri), tetapi penjelasan itu hanyalah dongeng belaka. Lalu apa yang Buddhisme katakan tentang awal mula segala sesuatu? Buddhisme mengatakan hal yang sedikit sekali tentang hal ini dan dengan alasan yang sangat masuk akal. Tujuan dari Buddhisme adalah untuk mengembangkan kebijaksanaan dan belas kasihan sehingga bisa mencapai Nibbana. Mengetahui asal mula dunia tidak membantu kita mengembangkan cinta kasih dan kebijaksanaan untuk mencapai Nibbana.

Pernah sekali seorang meminta Sang Buddha untuk memberitahu dia bagaimana alam semesta ini bermula. Sang Buddha mengatakan kepadanya "Kamu seperti orang yang baru saja di panah dengan anak panah beracun, dan ketika dokter datang untuk mencabut anak panah tersebut, kamu mengatakan 'Tunggu! Sebelum anak panah ini dicabut saya mau tau nama orang yang memanah anak panah ini, dari suku/keluarga mana dia berasal, dari kampung mana dia dilahirkan. Saya ingin mengetahui dari jenis kayu apa busurnya terbuat, bulu apa yang digunakan di ujung anak panah ini, seberapa panjang anak panah ini, dan lain-lain, dan lain-lain.' Orang itu akan mati sebelum semua pertanyaan itu bisa terjawab. Tugas saya adalah untuk membantu kamu untuk mencabut anak panah penderitaan dari dirimu sendiri." (Majjhima Nikaya Sutta No.63)

Buddhisme mengkonsentrasikan kepada membantu kita semua memecahkan masalah-masalah hidup - sehingga tidak mendukung tebakan-tebakan yang tidak berguna. Dan jika seorang umat Buddhis ingin mengetahui bagaimana dan awal mula alam semesta, ia akan menanyakan pertanyaan ini kepada seorang ilmuwan.



Agama Buddha Tidak Bisa Diterapkan Karena Dikatakan Kamu Tidak Bisa Membunuh Seekor Semut Sekalipun

Sebelum kita membela ajaran Sang Buddha terhadap vonis tentang ajaran yang tidak bisa diterapkan, marilah kita melihat apakah ajaran Kristen bisa diterapkan. Menurut Yesus, jika seseorang menampar kita di salah satu pipi kita, kita hendaknya memberikan pipi yang lain untuk ditampar juga. (Matius 5:25). Kalau kita menemukan seseorang telah mencuri celana kita, kita harus pergi keluar dan memberikan maling itu pakaian kita juga (Matius 5:30). Jika kita tidak bisa menahan diri dari mencuri, kita harus memotong tangan kita sendiri (Matius 5:30). Kita bisa mengatakan semua ajaran yang tercantum di ayat-ayat di atas tidak bisa diterapkan, meskipun orang Kristen akan lebih suka menyebutnya sebagai tantangan daripada tidak bisa diterapkan. Dan tentunya mereka benar. Untuk bisa memberikan pipi yang lain utuk ditampar sekali lagi tidaklah mudah. Hal ini memerlukan kita untuk mengendalikan amarah kita dan dengan melakukan hal ini bisa menolong untuk mengembangan kesabaran, kerendahan hati, tidak membalas, dan cinta kasih. Kalau kita tidak tertantang kita tidak akan maju.

Sang Buddha meminta kita untuk menghormati semua mahluk, bahkan mahluk-mahluk yang rendah. Mengenai memberikan pipi yang lain, ini tidaklah selalu mudah. Seperti bagi banyak orang, mahluk-mahluk seperti semut bisa sangat mengganggu dan tidak menyenangkan. Ketika kita bertekad untuk tidak membunuh dan berusaha untuk menjalankan tekad itu, kita tertantang untuk menimbulkan kesabaran, kerendahan hati, cinta kasih dan sebagainya. Jadi dengan meminta kita menghormati semua jenis kehidupan, ajaran Buddhis dan ajaran Kristen sama saja sulit untuk diterapkan.



Sang Buddha Telah Mati, Maka Dia Tidak Bisa Menolong Dirimu

Umat Buddhis terkadang mengalami kesulitan untuk menjawab secara benar ketika orang Kristen mengatakan hal ini. Akan tetapi kalau kita mengetahui Dhamma dengan baik, akan dengan sangat mudah kita bisa menyangkal pernyataan seperti itu. Karena pernyataan seperti itu dan juga pernyataan-pernyataan yang sering orang Kristen ucapkan tentang agama Buddha adalah berdasarkan kesalahpahaman.

Pertama-tama, Sang Buddha tidaklah mati. Beliau telah mencapai Nibbana, sebuah keadaan yang bebas dan damai sama sekali. Nama lain yang diberikan Sang Buddha kepada Nibbana adalah Keadaan Yang Tidak Mati (Amita) karena setelah seorang mencapai Nibbana, orang itu tidak akan terlahir lagi, dengan tidak terlahir, maka ia juga tidak mati. Tentu saja Nibbana bukanlah "kehidupan abadi" yang naif seperti yang digambarkan di Alkitab, di mana badan dibangkitkan dan malaikat bernyanyi. Kenyataannya, Nibbana itu sangat halus sehingga tidak mudah untuk dijelaskan. Akan tetapi Nibbana bukanlah ketidakadaan, seperti yang telah Sang Buddha jelaskan. (Majjhima Nikaya Sutta No72; Sutta Nipata, Verse 1076)

Dan juga sama tidak benarnya untuk mengatakan bahwa Buddha tidak bisa menolong kita. Selama empat puluh tahun, Sang Buddha menjelaskan dengan sangat mendetil dan dengan kejelasan yang mengagumkan, semua yang kita perlukan untuk mencapai Nibbana. Semua yang kita perlukan untuk lakukan adalah untuk mengikuti petunjuk-petunjuk beliau. Kata-kata Beliau sangatlah membantu dan berlaku di jaman sekarnag, seperti halnya sangatlah membantu dan berlaku di saat pertama kali diajarkan 2500 tahun yang lalu. Tentu saja Buddha tidak membantu kita dengan cara yang diambil Yesus menurut orang Kristen. Dan Buddha tidak membantu demikian dengan alasan yang sangat baik. Jika seorang murid tau bahwa sewaktu ujian dia bisa menanyakan jawaban atas pertanyaan ujian kepada gurunya, dia tidak akan belajar, sehingga dia tidak akan pernah bisa tau dan berusaha sendiri. Jika seorang olahragawan tahu bahwa hanya dengan meminta juri untuk memberi dia kemenangan, dia tidak akan peduli untuk melatih tubuh dan memajukan prestasinya. Sekedar memberi apa yang orang minta tidaklah menolong mereka dengan benar. Bahkan kenyataannya, hal itu hanya akan memastikan bahwa orang yang meminta itu akan tetap lemah, penuh ketergantungan dan malas.

Sang Buddha memberi petunjuk menuju Nibbana dan mengajarkan kita bekal-bekal apa yang kita perlukan untuk perjalanan menuju Nibbana. Seiring dengan perjalanan itu, kita akan belajar dari pengalaman-pengalaman kita dan dari kesalahan-kesalahan kita, meningkatkan kekuatan, kedewasaan dan kebijaksanaan. Hasilnya ketika kita selesai menempuh perjalanan ini, kita akan menjadi orang-orang yang berbeda sama sekali dibandingkan dengan kita sewaktu memulai perjalanan. Berkat bantuan Sang Buddha yang cermat kita akan mencapai Kesunyataan.

Maka untuk mengatakan bahwa Sang Buddha telah mati dan tidak bisa menolong kita tidak hanya salah, tetapi juga secara tidak langsung mengatakan bahwa Yesus itu hidup dan bisa menolong dirimu. Marilah kita lihat kepada pendapat ini. Orang-orang Kristen menyatakan bahwa Yesus itu hidup, tetapi bukti apa yang ada tentang hal ini? Mereka akan mengatakan bahwa Alkitab membuktikan Yesus bangkita di antara orang-orang mati. Sungguh sial, pernyataan-pernyataan yang ditulis oleh beberapa orang beberapa ribu tahun yang lalu tidaklah membuktikan apa-apa. Sebuah pernyataan di Mahabharata (salah satu Kitab Suci orang Hindu) mengatakan bahwa seorang suci mempunyai kendaraan yang bisa terbang. Tetapi apakah ini membuktikan bahwa orang India kuno menemukan pesawat terbang? Tentu saja tidak. Tulisan-tulisan kuno Mesir mengatakan bahwa Dewa Khnum menciptakan segalanya dari tanah yang dia bentuk dari roda pembuat kendi. Apakah ini membuktikan bahwa semua yang ada itu adalah tanah? Tentu saja tidak. Sebuah ayat di dalam Perjanjian Lama mengatakan seorang bernama Balaam mempunyai keledai yang bisa berbicara. Apakah ayat itu membuktikan bahwa semua binatang bisa berbicara? Tentu saja tidak.

Kita tidak bisa secara tidak menanyakan secara kritis, menerima klaim yang dibuat oleh Alkitab ataupun kitab suci lain bulat-bulat. Ketika kita meneliti klaim-klaim tentang kebangkitan Yesus, kita telah menemukan alasan yang sangat baik untuk tidak percaya kepada klaim-klaim tersebut. Bahkan, Alkitab sendiri membuktikan bahwa Yesus tidaklah hidup. Sebelum Yesus disalibkan, Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa dia akan kembali sebelum yang terakhir dari mereka mati. (Matius 10:23, 16:28, Lukas 21:32). Hal itu diucapkan 2000 tahun yang lalu. Yesus masih belum kembali. Mengapa? Tentunya karena dia sudah mati.

Pendapat kedua bahwa Yesus selalu menjawab ketika kamu berdoa kepadanya. Sangatlah mudah untuk membuktikan bahwa ini tidak benar. Orang-orang Kristen meninggal karena penyakit, ketidakberuntungan, mempunyai masalah-masalah emosi, menyerah ke dalam godaan, dll seperti halnya orang yang tidak beragama Kristen. Padahal orang Kristen memohon pertolongan dari Yesus lewat doa-doa mereka. Saya mempunyai seorang teman yang Kristen yang beriman untuk selama bertahun-tahun. Secara bertahap dia mulai ragu dan meminta bantuan dari pendeta. Sang pendeta memberi petunjuk kepadanya untuk berdoa, dan bahkan meminta anggota gereja untuk berdoa bagi teman ini. Akan tetapi, meskipun semua doa ke Yesus untuk kekuatan dan petunjuk, keraguan teman saya ini semakin bertambah, dan akhirnya meninggalkan gereja. Kemudian dia menjadi umat Buddha. Jika Yesus benar-benar hidup dan siap membantu, mengapa orang-orang Kristen mempunyai problem yang sama banyaknya dengan orang-orang non-Kristen? Mengapa Yesus tidak menjawab doa-doa teman saya dan membantunya untuk tetap menjadi orang Kristen? Tentunya karena Yesus telah mati dan tidak bisa membantu.

Dalam menjawab sangkalan ini, orang-orang Kristen akan mengatakan bahwa ada orang-orang yang bisa bersaksi bahwa doa-doa mereka telah dijawab (terkabulkan). Kalau benar demikian, orang-orang yang beriman kepada Islam, Hindu, Seikh, Tao, Shinto, Kuan Im juga bisa memberikan kesaksian yang sama.



Tidak Seperti Kristiani, Buddhisme Menganut Paham Yang Pesimis

Menurut kamus Webster, pesimisme adalah "kepercayaan bahwa kejahatan di dalam hidup ini melebihi kebaikan" - "the belief that evil in life outweighs the good". Adalah hal yang menarik bahwa orang-orang Kristen menuduh umat-umat Buddha pesimis karena justru pendapat bahwa kejahatan melebihi kebaikan adalah ajaran pusat agama Kristen, bukan ajaran pokok Buddha. Dua ayat Alkitab yang orang Kristen fanatik yang paling suka kutip adalah "Seperti ada tertulis: Tidak ada yang benar, seorangpun tidak."(Roma 3:10) dan "Sesungguhnya, di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tidak pernah berbuat jahat." (Pengkhotbah 7:20). Ajaran tentang Dosa Asal mengajarkan bahwa semua manusia adalah pembuat dosa, tidak bisa melepaskan dirinya sendiri dari dosa, dan kejahatan di dalam diri kita lebih kuat daripada kebaikan (Roma 7:14-24). Orang-orang Kristen akan mengatakan memang benar demikian, kita bisa terbebas dari dosa jika kita menerima Yesus. Mungkin kita bisa terbebas kalau menerima Yesus, tetapi kenyataan mengatakan bahwa orang-orang Kristen membutuhkan Yesus karena pandangan orang Kristen tentang watak dasar manusia yang pesimis sama sekali.

Ajaran Sang Buddha, di sisi yang lain, mempunyai pandangan sangat berbeda dan lebih nyata tentang watak dasar manusia. Sementara menyadari bahwa manusia bisa berbuat jahat, Buddhisme mengajarkan kita untuk menaklukkan kejahatan dan melakukan kebaikan melalui usaha kita sendiri. (Catatan dari penterjemah: Pesimis juga sering diartikan orang tidak mau berusaha karena tau bahwa apapun yang diusahakan akan gagal. Apakah ajaran Sang Buddha pesimis? Justru Sang Buddha mendukung kita berusaha karena kita bisa melepaskan diri dari penderitaan, karena ajaran Sang Buddha yang diusahakan dan dijalankan akan berhasil. Karena penderitaan itu BISA ditaklukkan, itu adalah pandangan yang SANGAT OPTIMIS. Jadi pendapat orang Kristen bahwa ajaran Sang Buddha pesimis adalah omong kosong yang bodoh.)

“Abaikan yang salah. Pengabaian itu bisa dilakukan. Kalau pengabaian ini mustahil, Saya tidak akan mendukung kamu untuk melakukannya. Tetapi berhubung hal ini bisa dilaksanakan, Saya katakan kepadamu: "Abaikan yang salah". Kalau mengabaikan yang salah membawa kerugian dan kesedihan, Saya tidak akan mendukung kamu untuk melakukannya. Tetapi berhubung hal ini menghasilkan manfaat dan kebahagiaan, Saya dukung kamu: "Abaikan yang salah". Tanamkanlah kebaikan. Menanam kebaikan bisa dilakukan. Kalau hal ini tidak bisa dilakukan, Saya tidak akan mendukung kam untuk melakukannya. Tetapi berhubung hal ini bisa dilakukan, Saya katakan kepadamu:"Tanamkanlah kebaikan." Kalau menanam kebaikan membawa kerugian dan kesedihan, Saya tidak akan mendukung kamu untuk melakukannya. Tetapi berhubung menanam kebaikan menghasilkan maanfaat dan kebahagiaan, Saya dukung kamu:" Tanamkanlah kebaikan." “(Anguttara Nikaya, Book of Twos, Sutta No.9)

Entah seorang setuju atau tidak terhadap ajaran Sang Buddha, tentunya orang itu tidak akan mengatakan ajaran Sang Buddha itu pesimistis.



Yesus Mengajarkan Kita Untuk Mengasihi Tetapi Buddhisme Mengajarkan Kita Untuk Menjadi Dingin Dan Tak Berperasaan

Ini tidaklah benar. Sang Buddha berkata kita hendaknya mengembangkan cinta kasih yang hangat dan penuh perhatian kepada semua manusia (Catatan dari penterjemah: Dan semua makhluk)

Seperti ibu yang bersedia melindungi anak satu-satunya meskipun dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri, demikian juga seseorang hendaknya menghasilkan cinta kasih tak bersyarat kepada semua mahluk. (Sutta Nipata Verse 150)

Dalam semua segi, cinta kasih itu sama pentingnya dan ditekankan bagi ajaran agama Buddha dan Kristiani. Akan tetapi ada sesuatu yang merusak praktek cinta kasih orang-orang Kristen. Desakan mereka yang keras suaranya mengatakan bahwa hanya merekalah yang mempunyai cinta kasih, dan kualitas dari cinta kasih mereka jauh lebih unggul daripada cinta kasih lain, dan penghinaan juga ejekan mereka yang terus menerus kepada usaha orang lain untuk melaksanakan cinta kasih membuat mereka terlihat berbeda sama sekali dari yang lain. Begitu picik dan cemburunya beberapa orang Kristen sampai mereka tidak bisa memuji atau menghargai kualitas cinta kasih yang sama indahnya, kecuali ada tulisan "Buatan Yesus" tertempel di atasnya.



Kamu Mengklaim Bahwa Setelah Meninggal, Kita Akan Dilahirkan Kembali, Tetapi Tidak Ada Bukti Nyata Adanya Kelahiran Kembali.

(Catatan dari penterjemah: Kelahiran kembali atau reinkarnasi adalah salah satu topik yang cukup luas dan perlu diterangkan secara terperinci. Untuk itu, para pembaca disarankan untuk mencari buku-buku Buddhis secara umum, yang mana terdapat satu bab khusus tentang "kelahiran kembali" atau "reinkarnasi" atau "tumimbal lahir". Buku-bukut tersebut tersedia secara gratis kalau Anda pergi ke Vihara ataupun ke perpustakaan umum. Alasan mengapa muncul pernyataan seperti yang tertera di atas, karena sekali lagi orang Kristen telah menggunakan logika, mental, dan pengetahuan Kristiani mereka dalam mempertanyakan sesuatu. Satu hal yang pasti: Alam sesudah kematian yang berakibatkan tumimbal lahir telah mempunyai dasar kuat untuk dijadikan bukti. Surga orang Kristen di lain pihak, sampai sekarang belum terbukti ada.)

Sebelum kita memberi jawaban, marilah kita membandingkan teori-teori sesudah kematian dari agama Kristen dan Buddha. Menurut Kristiani, Tuhan menciptakan sebuah jiwa (roh) baru yang

menjadi manusia yang hidup lalu mati. Setelah kematian, jiwa itu (roh) itu akan pergi ke surga abadi kalau percaya kepada Yesus, atau ke neraka abadi kalau ia tidak percaya kepada Yesus. Menurut Buddhisme, adalah tidak mungkin untuk megira-ngira awal mutlak atas keberadaan sesuatu. Setiap mahluk hidup, mati dan dilahirkan kembali ke dalam keberadaan baru. Proses mati dan dilahirkan kembali ini adalah suatu proses yang alamai dan dapat berlangsung selamanya kecuali ia mencapai Nibbana. Ketika satu mahluk mencapai Nibbana, pengertian mereka dan secara pasti juga kelakuan mereka berubah. Kelakuan yang berubah inilah yang juga merubah proses yang menyebabkan kelahiran kembali.

Jadi bukan dilahirkan kembali, melainkan menjadi keberadaan baru yang mencapai Nibbana. Nibbana bukanlah keberadaan (untuk menjadi ada (dalam arti mahluk) berarti mempunyai reaksi terhadap indera, untuk tumbuh, membusuk, untuk berpindah dalam waktu dan ruang, untuk dilahirkan kembali menjadi mahluk baru, dll). Nibbana juga bukanlah ketidakberadaan, dalam arti Nibbana bukanlah penghancuran. Dalam kata lain, keberadaan suatu mahluk itu tidak ada awalnya dan tidak ada akhirnya kecuali Nibbana dicapai. Mencapai Nibbana adalah satu-satunya alasan untuk hidup. (Catatan dari penterjemah: Para pembaca mungkin kurang bisa menyerap arti yang tertulis di atas. Yang dimaksudkan adalah: Nibbana bukanlah kekosongan atau kehancuran dari yang hidup, tetapi bukan juga keberadaan atau tempat kehidupan (dalam arti hidup, karena untuk hidup berarti untuk mempunyai unsur Lima Kandha seperti yang dijelaskan sebelumnya).)

Ada bukti yang sedikit sekali tentang kedua teori ini. Tetapi, ada beberapa masalah logika dan moral terhadap teori orang Kristen, yang mana teori Buddhis tidak punya masalah tersebut sehingga teori Buddhis lebih bisa diterima. Kristiani melihat keberadaan (existence) itu sebagai sesuatu yang memiliki awal tapi tidak memiliki akhir, sedangkan Buddhisme melihat keberadaan ini sebagai suatu siklus perputaran. Tidak ada satu contohpun di alam yang mempunyai awal tapi tidak mempunyai akhir. Malahan, semua proses alam yang kita perhatikan mempunyai siklus perputaran. Musim-musim datang dan pergi dari tahun ke tahun. Hujan turun, air hujan mengalir ke laut, menguap, membentuk awan dan turun lagi menjadi hujan. Tubuh kita mencerna unsur-unsur dalam bentuk makanan; ketika kita meninggal, tubuh akan membusuk dan melepaskan unsur-unsur itu ke dalam tanah, yang kemudian diisap lagi oleh tanaman dan binatang yang kembali akan di makan. Planet-planet mengelilingi matahari, dan bahkan galaksi tempat tata surya kita berada juga berputar secara perlahan-lahan. Teori umat Buddha tentang kelahiran kembali sangatlah sejalan dengan proses siklus perputaran alam, sedangkan teori Kristiani tidak sejalan dengan proses siklus perputaran alam.

Orang-orang Kristen mengatakan bahwa Tuhan menciptakan kita dengan satu tujuan - supaya kita percaya kepadaNya dan terselamatkan. Kalau benar demikian, akan sangat sulit untuk menjelaskan mengapa tiap tahun jutaan janin tergugurkan, jutaan bayi dilahirkan mati atau meninggal dalam dua tahun pertama kehidupan mereka. Lebih jauh lagi, jutaan orang dilahirkan dan hidup dalam kehidupan dengan kerusakan mental yang parah, tidak bisa berpikir secara normal. Bagaimana semua yang dijelaskan di atas itu bisa masuk ke dalam rencana Tuhan? Tujuan apa yang dimiliki Tuhan dalam menciptakan kehidupan dan membiarkan mereka mati bahkan sebelum dilahirkan atau hidup sementara? Apa yang terjadi dengan orang-orang itu? Apakah mereka pergi ke surga atau ke neraka? Kalau Tuhan benar-benar menciptakan kita dengan rencana dibenakNya, rencana itu tentunya tidaklah jelas. Dan juga kebanyakan dari penduduk dunia bukanlah orang Kristen, dan seperti yang kita ketahui bahkan tidak semua orang Kristen itu diselamatkan. Ini berarti jumlah ciptaan Tuhan yang akan dibuang masuk ke neraka akan jauh lebih banyak. Rencana Tuhan untuk menyelamatkan semua manusia ciptaannya telah berjalan dengan sangat tidak benar. Sehingga meskipun kita tidak bisa membuktikan kedua teori dari kedua agama, ajaran Buddhis ternyata lebih menarik dan masuk akal. (Catatan dari penterjemah: Kebanyakan dari orang-orang Kristen bisa dengan lantang mengatakan bahwa HANYA dengan percaya, mereka bisa terselamatkan. Itu karena kebanyakan dari mereka hidup dan serba berkecukupan. Apa yang bisa dijelaskan orang Kristen tentang janin-janin yang gugur itu? Apa yang bisa dijelaskan orang Kristen tentang orang yang tidak bisa percaya karena mentalnya yang rusak dari lahir? Adilkah Tuhan? Orang belum bisa dan atau sempat percaya saja sudah dimatikan. Tentunya sangat tidak adil! Mungkin adil bagi orang Kristen yang hidup enak dan berkecukupan, karena mereka belum pernah merasakan ketidakadilan itu, atau sedikit dari mereka yang merasakan ketidakadilan itu. Karena mereka bukanlah janin-janin yang mati itu. Karena mereka bukanlah orang yang cacat mental. Meskipun KALAU Tuhan orang Kristen itu ada, tentunya Tuhan mereka tidaklah Maha segalanya seperti yang mereka teriakkan secara lantang!) (Catatan dari penterjemah: Untuk mengingatkan kembali Kejadian 6:6-7, TUHAN Allah menyesal atas ciptaan-Nya. Ini membuktikan 2 hal: Pertama, Tuhan tidaklah sempurna karena tidak bisa menciptakan kesempurnaan. Kedua, Tuhan tidaklah sempurna karena bisa merasakan penyesalan.)



Kalau Benar Kita Dilahirkan Kembali, Bagaimana Kamu Menjelaskan Meningkatnya Jumlah Penduduk Dunia?

Ketika semua mahluk mati, tidaklah harus untuk terlahir lagi menjadi mahluk yang sama. Misalnya, seorang manusia bisa saja terlahir sebagai seekor binatang, atau mungkin terlahir sebagai mahluk dewa, tergantung karmanya sendiri. Kenyataan bahwa adanya peningkatan jumlah manusia di dunia mengartikan bahwa lebih banyak binatang mati yang terlahir menjadi manusia. (Telah terdapat hubungan yang erat dengan menurunnya jumlah binatang di dunia karena kepunahan dan sebab kematian lain seperti dikonsumsi manusia, dll) dan juga banyak manusia yang dilahrikan kembali menjadi manusia. Mengapa demikian? Mengapa banyak binatang yang terlahir menjadi manusia memang sulit untuk dijelaskan. (Catatan dari penterjemah: Tentunya dalam kehidupan sebelum menjadi binatang, mereka pernah berbuat karma yang sangat baik sehingga karma baik itu berbuah dan mereka terlahir menjadi manusia.)

Tetapi ada penjelasan mengapa semakin banyak manusia yang terlahir kembali menjadi manusia. Itu disebabkan oleh semakin menyebarnya pengetahuan akan ajaran-ajaran Sang Buddha. Bahkan di tempat di mana Dhamma tidaklah dikenal secara umum, kebaikan tetap saja ada dan diperbuat. Semua ini adalah penyebab meningkatnya jumlah penduduk dunia. (Catatan dari penterjemah: Perlu diingat oleh para pembaca, meskipun Dhamma tidak dikenal, Dhamma itu juga terlaksana. Mengapa? Karena Dhamma hanyalah sebuat merek atau nama yang kita berikan kepada ajaran-ajaran Buddha. Dan ajaran-ajaran Sang Buddha itu adalah berintikan kebaikan yang universal.)

Nibbana adalah tujuan yang tidak bisa terlaksana karena membutuhkan waktu yang lama untuk mencapainya. Meskipun ada bisa mencapainya, jumlahnya sangatlah sedikit.

Memang benar dalam mencapai Nibbana diperlukan waktu yang sangat lama, tetapi di sisi yang lain, kelahiran kembali memberikan kita banyak peluang dan waktu untuk mencapai Nibbana. Kalau seseorang tidak melakukannya di dalam kehidupan ini, dia bisa terus berusaha di kehidupan berikutnya. Sebenarnya, panjangnya waktu yang diperlukan itu adalah sepanjang yang diinginkan oleh orang itu. Sang Buddha berkata bahwa bila seseorang benar-benar ingin mencapai Nibbana, orang itu bisa mencapai Nibbana dalam waktu tujuh hari (Majjhima Nikaya, Sutta No.10). "The Buddha says that if one really wants, one can attain Nirvana within seven days" - Majjhima Nikaya Sutta No.10.


Kalau Benar Demikian, Orang Kristen Akan Menanyakan, Mengapa Tidak Semua Orang Buddha Mencapai Nibbana?

Dengan Sangat Mudah dijawab kejadian-kejadian duniawi (Catatan dari penterjemah: tali percintaan, kesedihan, kemarahan, kenikmatan akan indera seperti kenikamatan mata, sentuhan,perasaan - semuanya dari itu juga dialami oleh semua manusia) masih sangatlah menarik bagi banyak umat Buddha. Seiring dengan bertambahnya pengetahuan dan pengertian yang mendalam, ketertarikan itu akan secara bertahap berkurang dan hilang, sehingga langkah demi langkah, menurut cepatnya langkah masing-masing (Catatan dari penterjemah: jumlah karma baik dan karma buruk), menuju Nibbana.

Tentang pernyataan bahwa hanya sedikit yang bisa mencapai Nibbana, ini tidaklah benar. Sementara di dalam Kristiani, seorang hanya mempunyai satu kesempatan untuk diselamatkan, ajaran Sang Buddha menjelaskan bahwa dengan kelahiran kembali, seorang mempunyai kesempatan yang tak terbatas banyaknya untuk mencapai Nibbana. Ini juga mengartikan bahwa semuanya akan terbebaskan secara perlahan-lahan. Seperti yang Kitab Buddhis katakan:

“Keadaan tidak mati ini telah dicapai oleh banyak, dan akan tetap bisa dicapai hari ini oleh siapapun juga yang berusaha. Tetapi tidak akan dicapai bagi mereka yang tidak berusaha.” (Therigatha, verse 513)

Dalam Kristiani, sejarah mempunyai arti penting, dan sejarah itu bergerak menuju satu tujuan. Sedangkan paham Buddhisme tentang siklus perputaran hidup mengartikan bahwa sejarah tidak ada artinya dan paham inilah yang membuat umat Buddhis dianggap pesimis dan tidak berbeda satu sama lainnya.

Memang benar bahwa menurut sejarah Buddhisme, sejarah tidaklah bergerak menuju suatu tujuan. Tetapi siapapun yang menjalankan Delapan Jalan Kebenaran tentunya akan menuju ke satu tujuan. Ia akan secara pasti bergerak menuju kedamaian dan kebebasan dalam Nibbana.

Seperti air sungai Gangga yang mengalir, meluncur, mengarah ke timur, demikian juga barang siapa yang melakukan dan berbuat banyak di dalam Delapan Jalan Kebenaran, mengalir, meluncur mengarah ke Nibbana. (Samyutta Nikaya, Great Chapter, Sutta No.67)

Jadi memang benar untuk mengatakan bahwa Buddhisme lebih nyata akan pandangannya tentang keberadaan, juga bahwa sejarah tidaklah menuju ke satu tujuan. Dan apa puncak sejarah yang dihadapi oleh orang Kristen? Kiamat, di mana manusia dalam jumlah yang banyak dan semua hasil karya manusia akan dihancurkan oleh hujan belerang dan api. Bahkan segelintir orang yang terselamatkan dari kiamat akan menghadapi keabadian yang suram di surga, menyadari bahwa setidaknya seorang dari anggota keluarga dan teman mereka, yang pada saat yang sama (abadi), dihukum di neraka. Akan sangatlah sulit untuk membayangkan masa depan yang lebih mengerikan daripada yang satu ini.

Sang Buddha menyontek ide karma dan kelahiran kembali dari agama Hindu Hindu memang mengajarkan tentang karma dan reinkarnasi (kelahiran kembali). Tetapi versi-versi mereka tentang kedua topik ajaran ini adalah sangat berbeda dari versi agama Buddha. Contohnya, ajaran Hindu mengatakan bahwa kita ditentukan oleh karma kita sedangkan agama Buddha menjelaskan bahwa karma hanyalah syarat bagi kita. Menurut ajaran Hindu, sebuah roh abadi (atman) berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan yang lain sedangkan ajaran agama Buddha tidak mengakui adanya roh (anatman), melainkan aliran energi mental yang terus menerus berubah yang terlahirkan kembali. Contoh di atas hanyalah dua dari banyak perbedaan antara ajaran Hindu dan ajaran Buddha tentang karma dan kelahiran kembali.

Akan tetapi, meskipun jikalau ajaran agama Buddha dan Hindu itu sama, ini tidak berarti bahwa Buddha telah dengan sembarangan menyontek ide dari agama lain. Terkadang memang terjadi bahwa dua orang, yang saling terpisah dan tidak berhubungan, menemukan penemuan yang sama. Satu contoh yang baik adalah tentang ditemukannya teori evolusi manusia. Di tahun 1858, persis sebelum Charles Darwin menerbitkan bukunya "The Origin of the Species", secara kebetulan ada orang lain yang bernama Russell Wallace, juga telah menyusun ide evolusi yang persis sama dengan yang disusun oleh Charles Darwin. Darwin dan Wallace tidak saling menyontek; melainkan dengan mempelajari kenyataan alam yang ada, mereka menyusun kesimpulan yang sama secara sendiri-sendiri.

Maka, jika ide-ide Hindu tentang karma dan kelahiran kembali tampaknya sama persis dengan ide-ide Buddhis tentang karma dan kelahiran kembali (tetapi ide-ide kedua agama tentang topik tersebut berbeda), tetap saja tidak terbukti bahwa Sang Buddha menyontek. Kenyataannya adalah orang-orang suci Hindu mendapatkan ide-ide yang samar-samar tentang karma dan kelahiran kembali melalui pengetahuan yang mereka kembangkan lewat meditasi. Yang kemudian diajarkan oleh Sang Buddha (Catatan dari penterjemah: yang telah mencapai Penerangan Sempurna lewat meditasi) dengan lebih lengkap dan tepat.



Yesus Mengampuni Dosa-Dosa Kita, Tetapi Buddhisme Mengatakan Bahwa Kamu Tidak Akan Pernah Bisa Melarikan Diri Dari Akibat-Akibat Karmamu Sendiri

Tidaklah seluruhnya benar bahwa Yesus itu mengampuni dosa-dosa kita. Menurut ajaran Kristiani, setelah manusia diciptakan, mereka akan hidup selamanya - pertama, untuk beberapa puluh tahun di dunia dan kemudian hidup selamanya di surga atau neraka. Yesus akan mengampuni dosa-dosa orang ketika mereka hidup di dunia ini, tetapi menolak untuk mengampuni mereka yang telah dihukum di neraka, tidak peduli berapa kali mereka memohon dan bertobat. Sehingga pengampunan Yesus itu hanya terbatas dalam waktu hidup sementara di dunia, dan kemudian tidak mau memaafkan lagi kalau orang itu masuk neraka. Maka kebanyakan orang tidak akan pernah bisa melarikan diri dari akibat dosa mereka.

Dapatkah umat Buddhis melarikan diri dari karma mereka sendiri? Ajaran tentang karma mengajarkan bahwa setiap kelakuan (kamma) mempunyai akibat (vipaka). Tetapi akibatnya tidaklah selalu sama dengan penyebabnya. Contohnya, jika seorang mencuri sesuatu, kelakuan ini akan membawa akibat buruk. Tetapi jika setelah mencuri orang tersebut menyesal, mengembalikan barang yang dicuri, dan dengan tulus berjanji akan berusaha lebih berhati-hati di masa yang akan datang, akibat buruk itu akan tetap ada tetapi sudah tidak sekuat akibatnya kalau dia tidak menyesal.

Tetapi walaupun si pencuri itu tidak mengakui kesalahannya, tetapi melakukan kebaikan yang lain, dia akan terbebas dari kesalahan itu setelah karmanya berbuah. Jadi menurut ajaran agama Buddha, kita bisa terbebas dari karma kita dengan membayar karma tersebut, sedangkan menurut ajaran Kristiani, dosa-dosa kita hanya akan dimaafkan dalam jangka waktu yang begitu pendek. (Catatan dari penterjemah: Satu contoh logika yang menggambarkan adilnya karma adalah contoh tentang sesendok garam. Jika sesendok garam dimasukkan ke dalam mulut, rasa asinya tentu saja sangat luar biasa. Tetapi jika sesendok garam itu dimasukkan ke dalam segelas air, rasa asin itu akan berkurang. Dan kalau sesendok garam itu dimasukkan ke dalam segentong air, garam itu tetap tidak akan berkurang dalam jumlah, tetapi karena jumlah airnya yang banyak rasa asin itu akan jauh berkurang. Demikianlah juga dengan karma kita. Kalau kita berbuat buruk dan tidak menyesali ataupun memperbaikinya, karma buruk itu akan berbuat setimpal seperti sesendok garam yang dimasukkan ke dalam mulut. Tetapi jika perbuatan buruk itu disesali dan kemudian banyak berbuat baik (menambah banyak air ke dalam gentong yang berisi sesendok garam), akibat yang berbuah juga akan menjadi ringan.)

Ada banyak segi yang mana ajaran Karma lebih baik daripada pendapat orang Kristen tentang pengampunan dosa dan penghukuman. Di dalam Buddhisme, ketika seseorang mungkin harus menerima akibat-akibat buruk dari karma jahatnya yang telah dia perbuat (yang tentu saja adil), ini juga berarti bahwa orang tersebut juga pasti menerima akibat-akibat baik dari karma baik yang pernah dibuatnya.

Tetapi tidak demikian halnya dengan ajaran Kristen. Contohnya, seorang yang bukan beragama Kristen yang jujur, penuh kesabaran, murah hati, dan baik hati, tetapi meskipun baik, setelah meninggal orang ini akan masuk ke neraka abadi dan tidak menerima imbalan atas segala kebaikannya yang pernah dia perbuat.

Lebih jauh lagi, menurut ajaran tentang karma, akibat-akibat yang kita terima dan rasakan, adalah dalam proporsi yang setimpal hasil dari sebabnya - kalau tidak ada faktor lain. (Catatan dari penterjemah: Contoh sesendok garam itu adalah contoh yang baik untuk kita renungkan kembali. Kalau tidak ada faktor perbuatan baik yang kita kumpulkan (menuangkan air), rasa asin sesendok garam itu haruslah dirasakan sepenuhnya. Itulah yang diartikan di paragraf ini).

Tetapi tidak demikian halnya di dalam ajaran Kristen. Meskipun seseorang telah berbuat sangat banyak kejahatan dalam hidupnya, hukuman neraka abadi adalah hukuman yang tidak proporsional sama sekali. Bagaimana jauh lebih tidak proporsionalnya hukuman yang sama (neraka abadi) dijatuhkan kepada orang berbudi baik yang bukan Kristen? Tentunya keabadian di neraka, dan pendapat yang dihujat oleh orang-orang yang bukan Kristen, berasal dari ajaran yang menampilkan keraguan yang serius terhadap Tuhan yang Maha Adil dan Maha Pengasih dan Penyayang. Kristiani telah menyebar luas ke hampir setiap negara di dunia dan mempunyai lebih banyak pengikut dari agama apapun di dunia, maka agama Kristen pastilah benar.

Memang benar agama Kristen telah menyebar luas, tetapi bagaimanakah penyebaran ini terjadi? Sampai ke abad 15, agama Kristen hanya terbatas di benua Eropa saja. Setelah abad 15, tentara-tentara Eropa menyebar ke seluruh dunia memaksakan agama mereka kepada orang-orang yang mereka jajah. Di kebanyakan negara yang dijajah (seperti Sri Lanka, Filipina, Taiwan dan beberapa bagian dari India) dibuat hukum-hukum untuk melarang semua agama selain agama Kristen. Sampai ke akhir abad ke-19, kekerasan yang keji tidak lagi dipakai untuk memaksakan agama Kristen, tetapi di bawah pengaruh penyebar-penyebar Injil, petugas-petugas negara penjajah mencoba menghalangi agama-agama non-Kristen sebanyak mungkin.

Hari ini, penyebaran agama Kristen didukung oleh bantuan keuangan yang berlimpah yang para penyebar Injil dapatkan kebanyakan dari Amerika Serikat. Maka agama Kristen tidaklah tersebar karena ajarannya yang dianggap paling mulia, melainkan karena faktor-faktor lain.

Tentang apakah agama Kristen adalah agama yang paling banyak penganutnya di dunia ini. Dapatkah kita memasukkan orang-orang Mormon, Kesaksian Yehova, Moonies sebagai orang Kristen? Bisakah kita memasukkan kumpulan-kumpulan dan sekte-sekte aneh yang berkembang di Amerika Selatan dan Afrika yang jumlahnya mencapai jutaan itu sebagai orang-orang Kristen? Bahkan hampir semua orang Protestan tidak menganggap orang Katolik sebagai orang Kristen! (Catatan dari penterjemah: Begitulah kenyataan yang ada. Orang Kristen yang sering menghina Katolik dan tidak menganggap orang Katolik sebagai orang Kristen. Tetapi kalau orang-orang Kristen sedang berusaha untuk mengajak orang berpindah agama, banyak dari mereka akan menganggap orang Katolik sebagai orang Kristen untuk membanggakan banyaknya pengikut Kristiani.)

Kalau kita tidak mengakui semua aliran-aliran aneh dan sesat agama Kristen sebagai 'Kristen Sejati', maka ini mungkin akan membuat agama Kristen sebagai salah satu agama terkecil di dunia. Ini juga tentunya menjelaskan mengapa Alkitab mengatakan bahwa hanya 144.000 (Seratus empat puluh empat ribu) orang yang akan diselamatkan pada Hari Pengadilan Terakhir. (Wahyu 14:3-4). Tetapi walaupun jikalau agama Kristen adalah agama yang paling banyak penganutnya di dunia, apalah artinya? Dua ratus tahun yang lalu kebanyakan manusia percaya bahwa bumi ini datar. Sejak itu mereka telah terbukti salah. Ketepatan dan kebenaran suatu kepercayaan tidaklah berhubungan dengan jumlah orang yang menerima kepercayaan tersebut.


Buddhisme boleh saja menjadi filosofi yang luhur, tetapi kalau kau melihat negara-negara Buddhis, kamu akan melihat kelihatannya sangat sedikit orang yang mengamalkan ajarannya.

Mungkin! Tetapi bukankah demikian halnya dengan negara-negara Kristen? Orang Kristen jujur yang mana yang berani mengatakan bahwa SEMUA orang Kristen secara penuh dan tulus menjalankan sepenuhnya ajaran Yesus? Marilah kita tidak mengadili sebuah agama atas dasar mereka yang tidak menjalankan ajaran agama itu.

No comments: