ManGala Sutta (Berkah Utama)

Monday, March 2, 2009

Penipuan dengan Nama Tuhan/Agama

Oleh: Selamat Rodjali

Ada satu kisah seorang petani yang memiliki seekor kambing. Suatu hari si petani membawa kambing itu ke pasar. Dalam perjalanan ke pasar, ia bertemu seseorang di jalan dan orang itu menyapa petani demikian:

A : "Hai Pak Tani, apakah gerangan yang kamu bawa itu?"
Petani : "Kambing."
A : "Oh, binatang yang kamu bawa itu apa bedanya dengan anjing, dan itu pun bukan milikmu, bukankah begitu?"
Petani : "Oh tidak, ini kambing."

Si petani kembali melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan itu ia mulai mereka-reka: "Sudah jelas kambing kok dikatakan anjing, sudah jelas ini milik saya kok berkata bukan milik saya." Ketika merenung begitu, ia bertemu lagi dengan seorang yang lain dan orang itu pun menyapa si petani demikian:

B : "Apakah yang kamu bawa itu?"
Petani : "Saya membawa kambing."
B : "Itukan tidak berbeda dengan anjing dan itu bukan milikmu, bukankah begitu?"

Petani itu mulai goyah. Ia melihat masih membawa kambing, dan kambing ini miliknya. Ia berjalan lagi, berjalan lagi, melihat lagi masih kambing kok. Ketika bertemu lagi dengan orang lainnya, petani itu disapa:

C : "Petani, apakah gerangan yang kamu bawa?"
Petani : "Ini kambing."
C : "Lho kamu ini bagaimana, yang kamu bawa itu tidak berbeda dengan anjing, itu bukan milikmu, apa kamu tidak menyadari hal itu?" [petani ini akhirnya keyakinannya mulai goyah]
Petani : "Tidak, Anda salah, ini kambing."

Tetapi dalam perjalanannya si petani mulai goyah karena sudah ada tiga orang yang menyatakan hal yang sama. Akhirnya dipertengahan jalan ia melepaskan kambing itu. Ketika ia jalan, tiga orang tadi berkerumun memperebutkan kambing itu. Kemudian si petani bertemu dengan seseorang. Disapanya si petani:

D : "Akan kemana kamu?"
Petani : "Ke pasar, tetapi tidak ada yang saya bawa lagi karena sudah saya tinggalkan."
Orang terakhir ini rupanya teman ke-3 orang tadi. Ia berkata:
D : "Dalam ajaranmu kan sudah jelas bahwa kambing dengan anjing tidak ada bedanya, dan itu juga bukan milikmu. Kamu kan belajar agama."

Semakin mantaplah si petani, hilanglah kambingnya. Dari kisah di atas ada pesan khusus bahwa ini sebenarnya suatu proses mengintervensi keyakinan seseorang dengan dalih ajaran agama. Tuhan atau agama merupakan suatu alasan sehingga penipuan itu dianggap sah. Beberapa contoh alasan agama menjadi dasar untuk menipu seseorang: Umat Buddha diajarkan bahwa segala sesuatu terdiri dari bathin dan jasmani. Kambing dan anjing adalah sama, terdiri dari bathin dan jasmani. Dalam Ajaran Buddha dikenal istilah Anatta (tanpa inti/tanpa kepemilikan). Tetapi hati-hati, ajaran agama yang tidak dimengerti dengan jelas itu bisa dijadikan dasar untuk menindas atau menipu. Dalam kehidupan sehari-hari, ada 2 (dua) istilah:

1. Paramattha Dhamma (istilah dari hakekat yang sesungguhnya)
2. Sammuti Dhamma (istilah yang merupakan kesepakatan umum untuk bersosialisasi)

Contoh: dalam Paramattha Dhamma, yang namanya anjing, kambing, singa tidak ada bedanya, terdiri dari bathin dan jasmani, berproses. Anjing, kambing, dan singa itu bukan milik kita. Tetapi dalam kesepakatan sosial, anjing adalah anjing, kambing adalah kambing, itu berbeda. Jika kita memiliki kambing, itu kambing kita bukan kambing orang lain. Bila hal tersebut dicampur-adukkan, bisa terjadi orang-orang tertentu yang memiliki motif-motif tertentu bisa menipu, maka kita akan tertipu. Dalam Ajaran Buddha ada istilah yang terkenal yaitu metta (cinta kasih universal). Tetapi hati-hati, ada orang-orang tertentu dan pada tingkat tertentu mengambil alasan cinta kasih untuk berperilaku seksual yang salah terhadap sesamanya. Jadi kesepakatan sosial adalah kesepakatan sosial, paramattha adalah paramattha, dua-duanya tetap dipakai. Alasan agama atau alasan Tuhan itu hanya penipuan, supaya seseorang terprovokasi untuk melakukan sesuatu. Orang yang terprovokasi adalah orang yang sedang diliputi oleh keserakahan, kebencian, dan kebodohan bathin.

Sebagai contoh: Seseorang datang ke vihara, kemudian di sana ia diberi satu simbol, anggaplah sebagai simbol dari "Tuhan". Biasanya orang stres apakah stres karena dipecat dari pekerjaannya, keretakan rumah-tangga, atau sakit, mereka datang ke vihara. Di vihara dikatakan: "Anda harus begini begitu, nanti yang di atas, yang gambarnya itu akan membuat Anda kaya, terbebas dari penderitaan." Maka orang itu datang, berdoa dengan khusuk, dananya mengucur dengan banyak. Artinya orang tersebut telah mengunakan nama Tuhan untuk mencari keuntungan. Mungkin kita pernah menerima sms yang isinya: "Jika saudara-saudara mengirim sms ini ke-10 orang berikutnya, saudara akan terlahir di Alam Sukavati." Yang mengirim sms itu bisa juga Umat Buddha, umat agama lain, atau ternyata penjual pulsa. Bukan cuma Umat Buddha yang mengalami penipuan, ternyata umat agama lain pun demikian.

Contoh lain orang sakit menjelang operasi. Dikatakan hasil operasi itu kemungkinan berhasilnya 50:50, bahwa si sakit harus mempunyai pegangan, jika agamanya "A" kemungkinan berhasilnya kecil, pilihlah agama ini. Kisah seperti ini banyak terjadi. Orang yang sudah terancam hidupnya eh masih diancam lagi, kebodohan bathin mulai meliputi. Jika kebetulan orang tersebut sembuh, maka mulailah muncul propaganda diadakanlah acara di tempat tertentu dengan judul: "Kesaksian, kebangkitan, kebangunan, keyakinan umat¡*"

Bersaksilah dia yang telah sembuh, sambil juga mengundang beberapa paranormal/dukun. Maka banyaklah orang yang datang untuk meminta kesembuhan. Ada yang sembuh, ada yang tidak. Jika sembuh mereka berkata: "Nah inilah umat 'A' yang disembuhkan oleh Tuhan." Tetapi jika tidak sembuh mereka berkata: "Anda belum yakin pada Tuhan, maka Tuhan..."

Mengapa hal-hal demikian bisa terjadi? Karena sejak kecil kita sudah dididik seperti itu. Misalnya sewaktu makan bersama keluarga, kita berdoa mengucapkan terima kasih kepada Tuhan.

No comments: