ManGala Sutta (Berkah Utama)

Sunday, March 29, 2009

Mengapa begitu banyak tradisi / sekte dalam agama Buddha ?

Sang Buddha membabarkan ajaran-Nya dengan banyak cara karena mahluk hidup
(semua mahluk yang memiliki kesadaran tetapi belum menjadi Buddha, termasuk
juga yang berada di alam-alam kehidupan lain) mempunyai watak, kebiasaan,
dan minat yang berbeda-beda. Beliau tidak pernah mengharapkan kita semua
cocok dengan satu bentuk sehingga ajaran-Nya pun di berikan dalam banyak
cara dan dalam beragam cara melatih diri - dengan demikian tiap orang bisa
menemukan sesuatu yang sesuai dengan tingkat kesadaran dan kepribadiannya.

Dengan keahlian dan belas kasih-Nya dalam menuntun yang lain, Sang Buddha
memutar roda Dhamma sebanyak tiga kali - setiap kali selalu dengan sedikit
perubahan sistem filosofi. Tetapi esensi dari semua ajaran itu sama : tekad
yang teguh untuk keluar dari lingkaran penderitaan yang berulang-ulang
(samasra), belas kasih kepada mahluk lain, dan kebijaksanaan ketanpa-akuan.

Tidak semua orang menyukai menu yang sama. Jika sebuah jamuan besar
terhampar di depan kita, kita kan memilih makanan yang kita senangi. Tidak
ada keharusan untuk menyukai semua makanan. Akan tetapi, meski kita lebih
menyukai makanan yang manis-manis, tidak berarti bahwa yang asin tidak baik
dan mesti di buang! Demikian juga halnya, kita bisa saja memilih suatu
pendekatan khusus dari Ajaran: apakah itu Theravada, Tanah Suci (Sukhavati),
Zen, Vajrayana, dan sebagainya. Kita memiliki kebebasan untuk memilih
pendekatan yang paling sesuai, yang dengannya kita merasa paling nyaman.

Pun begitu, kita harus tetap mempertahankan pikiran yang terbuka dan
menghormati tradisi yang lain. Seiring dengan berkembangnya batin, kita bisa
mengerti unsur-unsur dalam tradisi yang lain yang gagal kita pahami pada
awalna. Singkatnya, apa saja yang berguna dan bermanfaat bagi kita untuk
hidup lebih baik, kita praktekan, tanpa perlu menolaknya.

Sementara itu, jangan menempelkan identitas padanya dengan cara-cara yang
konkret, seperti: “Saya seorang Mahayanis, engkau seorang Theravadin,” atau
” Saya seorang Buddhis, engkau seorang Kristen.” Adalah penting untuk di
ingat di sini bahwa kita semua adalah mahluk hidup yang mencari kebahagiaan
dan ingin menyelami Kebenaran, yang masing-masing menemukan satu metoda yang
sesuai.

Bagaimanapun, mempertahankan pikiran yang terbuka terhadap pendekatan yang
berbeda tidak berarti mencampur-adukan semuanya dengan acak, dan membuat
latihan kita seperti cap-cai. Jangan mencampur teknik-teknik meditasi dari
tradisi yang berbeda dalam satu latihan meditasi. Dalam satu masa latihan,
lebih baik mempraktekkan satu cara saja. Jika kita mengambil sediikt dari
teknik ini dan secuil dari teknik itu, tanpa benar-benar mengerti satu
teknik pun, hasilnya barangkali hanya kebingungan!

Meskipun ajaran dari suatu tradisi bisa memperkaya pengertian dan latihan
dari teknik yang lain, di nasihatkan untuk mempraktekkan hanya satu metoda
dalam latihan sehari-hari. Jika kita melakukan meditasi pernafasan hari ini,
melafalkan Buddha keesokan harinya, meditasi analitis pada hari ketiga, maka
kita tidak akan memperoleh kemajuan dalam satu metoda pun karena tidak
adanya kontinuitas dalam latihan tersebut.


Mettacittena,

Agama Buddha dan Saya

Esensi Ajaran Buddha dan Tradisi-tradisi Buddhis

Ven. Thubten Chodron, Singapore

No comments: